"Waktu itu ada nama Pak Putra Nevo. Saya diperintah Pak Yusuf Erwin (Ketua Komisi IV) untuk berikan hasil kesimpulan rapat tentang SKRT ke Putra Nevo," kata Tri Budi saat bersaksi dalam sidang lanjutan terdakwa Anggoro Widjojo di Pengadilan Tipikor Jakarta (Rabu, 21/5).
Tri juga bilang, Putra Nevo aktif meminta hasil notulen dan mengikuti perkembangan pembahasan proyek SKRT di DPR. Kata Tri, selain ke Putra Nevo, dia juga pernah memberikan hasil rapat Komisi IV ke anak buahnya.
Dalam kesempatan ini, Tri juga cerita bahwa PT Masaro juga terlibat dalam pengajuan anggaran SKRT ke Kemenkeu. Terlebih, draf anggaran tersebut dibuat oleh pihak Masaro Radiokom.
"Seingat saya ketemu Putra Nevo saat membuatkan surat ke Menkeu tapi diubah karena kita hanya boleh buat surat lanjutan ke pimpinan DPR. PT Masaro awalnya buat draft," terang dia.
Tri ceritan, isi draft yang dibuat PT Masaro Radiokom, anggaran SKRT yang diajukan ke Menkeu sebesar Rp 370 miliar. Dari jumlah itu, anggaran yang disetujui hanya Rp 180 miliar. "Besaran yang disetujui untuk revitalisasi SKRT pada 16 Juli 2007 adalah Rp 180 miliar," jelas dia.
Hakim Ketua Nani Indrawati penasaran. Dia lalu bertanya ke Tri, soal bagaimana mekanisme di DPR soal pengajuan surat atau draft anggaran ke Kemenkeu tadi.
Tri sempat bingung dan terdiam sejenak. Akhirnya, dia mengaku jika pihak luar tidak bisa ikut dalam proses tersebut.
"Sebetulnya tidak bisa. Tapi karena waktu itu cuma konsep dan diperintah Yusuf diberikan saja konsepnya dan belum di tanda tangan," demikian Tri.
[dem]