Dua pasal penyuapan itu yakni pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Jaksa KPK, Irene Putri, yang membacakan dakwaan mengatakan bahwa Totok dengan sengaja memberikan hadiah atau janji, yakni uang Rp 3 miliar kepada Amran. Uang itu diberikan agar Amran segera menerbitkan sertifikat Hak Guna Usaha dan Izin Usaha Perkebunan lahan kelapa sawit milik PT Cipta Cakra Murdaya di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah seluas 4.500 hektar, serta sertifikat HGU dan IUP milik PT HIP seluas 22,780 hektar, serta lahan perkebunan di luar 4.500 hektar dan 22.780 hektar diajukan oleh PT Sebuku Inti Plantation. Adapun PT Sebuku Inti Plantation adalah anak perusahaan PT CCM dan PT HIP yang dimiliki oleh Siti Hartati Murdaya.
Padahal, lanjut Jaksa Irene, dalam peraturan Menteri Kehutanan diatur sebuah perusahaan hanya boleh memiliki surat izin lokasi dan sertifikat Hak Guna Usaha dengan luas lahan perkebunan maksimal 20 ribu hektar. Tetapi, Hartati memaksa supaya surat-surat itu segera diterbitkan, padahal luas lahan perkebunan kelapa sawit milik PT CCM dan PT HIP sudah melebihi ketentuan buat diajukan dalam permohonan. Maka dari itu, Hartati memerintahkan Totok menghubungi Amran dan mendesaknya supaya mau menyanggupi permintaan itu.
"Bupati Buol Amran Abdullah Batalipu menyanggupi permintaan itu dengan imbalan sejumlah uang," kata Jaksa Irene dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (24/10).
Sidang Totok dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Gusrizal Lubis, dengan anggota majelis hakim Purnomo Edi Santoso, Alexander Marwata, Joko Subagyo, dan Mathius Samiaji. Menurut Jaksa Irene, perkara Hartati, Gondo, dan Yani sudah disidangkan dalam berkas terpisah. Putusan ketiganya pun sudah berkekuatan hukum tetap. Bahkan, Gondo saat ini sudah selesai menjalani hukuman.
[ald]
BERITA TERKAIT: