Serangan nyaris terjadi setiap hari di provinsi perbatasan Pakistan, Balochistan dan Khyber Pakhtunkhwa (KPK). Baik lembaga militer maupun pemerintah federal Pakistan gagal menciptakan keamanan dan stabilitas bagi kelompok etnis minoritas di negara tersebut. Hampir 200 insiden teror tercatat pada bulan Oktober lalu di kedua provinsi rawan itu.
Begitu mengkhawatirkannya situasi keamanan di Pakistan, hari Rabu, 27 Oktober 2024, Keduataan Besar Amerika Serikat mengeluarkan peringatan keamanan yang menghimbau warganya untuk tidak mengunjungi Peshawar di provinsi KPK hingga 16 Desember.
NDTV melaporkan, peringatan keamanan berjudul “Ancaman terhadap Hotel Serena, Peshawar” itu menyarankan personel Misi AS untuk menghindari hotel tersebut dan menyarankan kewaspadaan dengan segera.
"Warga AS diimbau untuk menghindari hotel dan area di sekitar hotel selama periode ini dan mempertimbangkan kembali rencana perjalanan," bunyi pernyataan itu.
Warga AS di Pakistan diminta untuk melihat kembali peringatan “Jangan Bepergian” yang dikeluarkan pada bulan September.
Selain menghadapi aksi terorisme yang sporadis, pemerintah Pakistan juga menghadapi tekanan dari pemerintah Tiongkok yang mulai merasa tidak nyaman karena tidak sedikit serangan teroris ditujukan kepada proyek insfrastruktur yang sedang mereka kerjakan di Pakistan.
Hal lain yang belakangan ini juga cukup merisaukan adalah penghilangan paksa pemuda-pemuda yang kerap bersuara keras mengkritik pemerintah di KPK dan Balochistan, khususnya di distrik Gwadar, yang secara langsung terkena dampak Koridor Ekonomi Tiongkok-Pakistan (CPEC).
Tuduhan yang dialamatkan pemerintah kepada aktivis HAM seperti Mahrang Baloch dari Komite Baloch Yakjehti (BYC) dan Manzoor Pashteen dari Gerakan Pashtun Tahafuz (PTM) malah melahirkan perlawanan yang lebih besar.
Kondisi politik-keamanan yang tidak stabil di provinsi-provinsi ini akan meningkatkan peluang kelompok-kelompok ekstremis merekrut banyak pemuda yang tidak puas. Alih-alih berfokus pada peningkatan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja, pemerintah Pakistan mendorong pemuda menuju ekstremisme.
Institut Pakistan untuk Studi Konflik dan Keamanan (PICSS) yang berbasis di Islamabad, baru-baru ini menunjukkan data bahwa meskipun serangan militan menurun hingga 12 persen pada bulan Oktober, jumlah korban tewas secara keseluruhan melonjak hingga 77 persen dibandingkan dengan bulan September.
Meskipun terjadi sedikit penurunan dalam jumlah keseluruhan serangan militan, Oktober muncul sebagai bulan paling mematikan dalam dua tahun belakangan ini.
Menurut data Pusat Penelitian dan Studi Keamanan (CRSS), kuartal ketiga tahun 2024 mengalami peningkatan tajam, hampir 147 persen, kematian akibat kekerasan teroris dan kampanye kontraterorisme, dengan lonjakan kekerasan sebesar 90 persen.
Untuk menyembunyikan kegagalan operasional dan jatuhnya korban jiwa personel angkatan bersenjata setiap hari, militer Pakistan dan pemerintah federal telah secara signifikan mengendalikan aliran informasi ke media arus utama. Selain itu, platform media sosial seperti X/Twitter tetap dilarang di negara tersebut, bersama dengan pembatasan pada Jaringan Pribadi Virtual (VPN).
Kepala Angkatan Darat Pakistan, Jenderal Syed Asim Munir, telah berulang kali menyerukan kontrol yang lebih ketat terhadap media sosial di Pakistan. Dalam sebuah pernyataan baru-baru ini, Munir mencatat bahwa "kebebasan berbicara tanpa batas" menyebabkan degradasi nilai-nilai moral di semua masyarakat dan mempromosikan peraturan media sosial yang lebih ketat, bersama dengan pengurangan kebebasan daring di Pakistan.
Sementara Munir mengaitkan misinformasi dan penggunaan media sosial untuk terorisme sebagai alasan untuk aturan yang lebih ketat, hal itu berfungsi sebagai sarana yang kuat untuk menyembunyikan sentimen militer anti-Pakistan yang berlaku di negara tersebut.
Setelah penggulingan pemerintahan Imran Khan yang kontroversial dari kekuasaan pada bulan April 2022, sebagian besar penduduk berbalik melawan Angkatan Darat dan bahkan menyerang instalasi militer, markas besar, dan tempat tinggal perwira senior. Jembatan antara rakyat Pakistan dan lembaga militer telah semakin dalam secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Kurangnya kesempatan kerja, kebebasan berbicara, dan akses ke Internet dan media sosial, akhirnya mendorong tidak sedikit pemuda Pakistan bergabung dengan kelompok ekstremis atau terlibat dalam kegiatan ilegal lainnya.
BERITA TERKAIT: