Tribune.com.pk melaporkan, pengadilan juga memerintahkan NADRA untuk meninjau catatan Muhammad Hussain, seorang pensiunan pegawai, dalam waktu 15 hari setelah kartu identitas nasionalnya diblokir.
Perintah ini muncul sebagai tanggapan atas petisi yang diajukan terhadap pemblokiran kartu identitas nasional pensiunan pegawai tersebut.
Sebuah majelis yang terdiri dari Hakim Salahuddin Panhwar dan Hakim Amjad Ali Sahito mendengarkan petisi tersebut pada hari Selasa (3/9).
Pengacara pemohon berpendapat bahwa kartu identitas Muhammad Hussain diblokir pada tahun 2021 dan sekali lagi pada tahun 2022.
NADRA mengklaim bahwa enam orang tercantum dalam silsilah keluarga Hussain, tetapi dia tidak mengenal orang-orang ini dan telah menyerahkan surat pernyataan.
Karena kartu tersebut diblokir, pembayaran pensiun Hussain telah dihentikan, dan pemohon meminta perintah untuk membuka blokir kartu identitasnya.
Pengadilan menyatakan sangat tidak senang dengan penanganan kasus ini oleh NADRA.
Hakim Amjad Ali Sahito mengatakan, "Masyarakat menderita karena kesalahan NADRA. Mereka sendiri yang merusak catatan orang."
Hakim Salahuddin Panhwar menambahkan, "Jutaan orang merasa terganggu karena kesalahan NADRA, dan mereka terpaksa mendatangi pengadilan."
Hakim Sahito lebih lanjut mencatat bahwa 1,2 juta paspor dikembalikan dari Arab Saudi, yang mempertanyakan pengawasan NADRA.
Ia menyoroti bahwa direktur dan asisten direktur di NADRA sering terlibat dalam pemalsuan catatan, dengan menyatakan, "Bagaimana seseorang dari keluarga lain dapat dimasukkan ke dalam silsilah keluarga seseorang? Tidak ada kesalahan yang dapat terjadi tanpa persetujuan pejabat NADRA."
Pengadilan menekankan bahwa Muhammad Hussain, seorang pensiunan karyawan kereta api dan warga negara Pakistan, tidak perlu memberikan bukti lebih lanjut tentang identitasnya.
Para hakim memerintahkan NADRA untuk menyelesaikan masalah ini dalam waktu 15 hari.
BERITA TERKAIT: