Langkah ini merupakan upaya lanjutan pada 2021 yang juga mengkampanyekan hari kerja lebih pendek. Namun meski mendapat dukungan anggota parlemen, gagasan tersebut tak kunjung mendapat dukungan dari perusahaan.
Menurut data Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang, hanya 8 persen perusahaan yang mengizinkan karyawannya mengambil cuti 3 hari atau lebih per minggu. Lalu hanya 7 persen perusahaan yang mengizinkan satu hari libur yang diamanatkan secara hukum.
Karena itulah Pemerintah Jepang kini membuat kampanye reformasi gaya kerja melalui jam kerja yang lebih pendek dengan aturan fleksibel lainnya, seperti batasan lembur dan cuti tahunan berbayar.
"Para pekerja dapat memilih dari berbagai gaya kerja berdasarkan keadaan mereka, dengan begitu dapat menciptakan siklus pertumbuhan dan distribusi yang baik dan memungkinkan setiap pekerja untuk memiliki pandangan yang lebih baik untuk masa depan," tulis pernyataan Kementerian Ketenagakerjaan Jepang, dikutip
Associated Press, Senin (2/9)
Dalam situs web resmi kementerian tersebut, kampanye ini bertajuk "hatarakikata kaikaku", yang kurang lebih berarti "berinovasi dalam cara kita bekerja".
Jepang memang dikenal sebagai negara dengan budaya kerja yang tinggi. Bahkan budaya kerja yang tinggi itu sampai menurunkan kesehatan pekerja.
Dalam buku putih pemerintah berjudul "Karoshi" disebutkan bahwa setiap tahunnya ada 54 pekerja meninggal dunia akibat bekerja sangat keras, salah satunya disebabkan serangan jantung.
BERITA TERKAIT: