Impor Minyak Indonesia Sudah Mengkhawatirkan

Pertamina Tiap Bulan Harus Mengimpor 10 Juta Barel Premium

Senin, 03 September 2012, 08:58 WIB
Impor Minyak Indonesia Sudah Mengkhawatirkan
Impor Minyak Indonesia

rmol news logo Untuk mengurangi impor minyak yang tinggi, pemerintah berencana menyelesaikan pembangunan kilang pada 2018.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wa­cik mengaku pemerintah segera menyelesaikan pemba­ngunan kilang baru.

Menteri asal Partai Demokrat itu mengatakan, pihaknya menar­getkan pembangunan kilang baru selesai pada 2018. Kilang baru tersebut berkapasitas 900 ri­bu ba­rel per hari. “Jika ada tam­bahan kilang, maka masalah BBM se­dikit teratasi. Disamping kita juga terus mengurangi ketergan­tungan terhadap BBM,” ujarnya.

Untuk diketahui, pemerintah menelan pil pahit saat pem­ba­hasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APB­NP) 2012 Maret lalu. Pa­salnya, usulan pe­merintah untuk menaik­kan harga BBM subsidi sebesar Rp 1.500 per liter ditolak DPR.

Menteri Perindustrian (Men­perin) MS Hidayat mengatakan, nilai impor minyak Indonesia su­dah sangat mengkhawatirkan dan mengganggu Neraca Perda­ga­ngan Indonesia (NPI). Menu­rut­nya, saat ini nilai impor mi­nyak Indo­nesia sudah mencapai 14 miliar dolar AS.

“Impor minyak yang tinggi itu harus dikurangi dengan pem­ba­ngunan kilang baru di Balongan dan Tuban,” kata Hidayat.

Menurutnya, saat ini sudah ada investor yang berminat memba­ngun kilang di Indonesia, yakni Kuwait Petroleum Corporation (KPC) dan Saudi Aramco. Di Tu­ban, Jawa Timur, dilakukan Per­tamina dengan Saudi Aramco, sementara di Balongan, Jawa Ba­rat akan dilakukan dengan KPC.    Hidayat mengatakan, investasi untuk kedua kilang tersebut men­capai 20 miliar dolar AS. Kilang tersebut juga akan menghasilkan minyak 300 ribu barel per hari. Jika kilang tersebut disegara di­bangun tahun ini, maka Indonesia bisa menghemat 14 miliar dolar AS kegiatan impor BBM tahun depan.  

Selain itu, keberadaan kedua kilang juga akan menghemat ang­garan 6 miliar dolar AS dari impor petrokimia. Sebab, Indo­nesia saat ini masih harus impor petrokimia karena sedikit in­vestor yang tertarik untuk mem­bangun kilang karena keun­tungan sedikit.

Karena itu, menteri asal Partai Golkar ini meminta Kementerian Keuangan segera menyelesaikan permintaan insentif dari kedua investor tersebut. Saat ini Kemen­terian Keuangan masih mem­ba­has persetujuan final insentif pem­bangunan kilang tersebut.

“Mereka minta tax holiday se­lama 15 tahun, tapi pemerintah bi­sanya kasih 10 tahun. Agus Mar­to (Menteri Keuangan Agus Martowardojo) ja­ngan menye­rah, jangan mau ditekan habis,” tegas Hidayat.

Vice President Fuel Marketing & Distribution Pertamina Su­har­toko mengaku, pihaknya setiap bu­lan harus mengimpor 10 juta ba­rel premium. Menurutnya, se­lain untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri, impor juga un­tuk menjaga stok BBM na­sional, terutama premium, agar cukup hingga 17 hari ke depan.

“Impor premium sebanyak itu tujuannya untuk memenuhi ke­butuhan BBM yang cukup besar di dalam negeri,” katanya.

Anggota Komisi VII DPR Rofi’ Munawar mengatakan, te­rus membengkaknya permin­taan BBM subsidi karena pe­merintah tidak sungguh-sungguh menge­lola sektor energi sesuai dengan pertumbuhan ekonomi.

Over kuota yang dialami setiap tahun ini menyedot anggaran yang cukup besar. Pada akhir 2011 volume BBM kembali me­ngalami over kuota hingga men­capai 1,3 juta kiloliter (KL) atau setara dengan Rp 3 triliun.

Padahal sebelumnya, dalam APBNP 2011 sudah ditetapkan kuota BBM 40,49 juta KL. Na­mun kenyataannya, penggu­na­an BBM subsidi hingga akhir ta­hun 2011 membengkak hing­ga men­capai 41,79 juta KL. Se­cara total subsidi BBM ta­hun 2011 pun mencapai ang­ka yang sangat fantastis, Rp 167 triliun.  [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA