May Day Aman Seleb Senang

Minggu, 06 Mei 2012, 09:51 WIB
May Day Aman Seleb Senang
Anie Klaus, Acha Septriasa, Ira Wibowo

RMOL. Demo May Day lalu di Indonesia khususnya di Jakarta, tercatat sebagai demo buruh terbesar di dunia. Namun di jalanan relatif berlangsung aman. Kondisi ini disyukuri kalangan selebriti. Kepada Rakyat Merdeka, mereka memberi apresiasi kepada kaum buruh yang tetap semangat dan sabar memperjuangkan hidup.

Anie Klaus, DPR Gagal Turun Ke Jalan

Anie Klaus menganggap pemerintah dan DPR ‘kompak’ mengabaikan nasib buruh.

Itu makanya buruh doyan turun ke jalan karena penyalur aspirasi mereka tersumbat.

“Sebenarnya demo itu nggak perlu karena udah ada DPR tempat menyalurkan suara maunya mereka apa. Tapi karena nggak didengerin Dewan, mereka turun ke jalan deh. Suka atau tidak, kita harus maklumi,” ujar Anie Klaus.

“Seperti kuli bangunan itu, berapa sih upahnya sehari. Tidak ada jaminan keselamatan. Tidak ada jaminan kalau sakit atau apa,” lanjut bintang film Broken Hearts ini.

Sebagai artis, Anie merasa malu dan miris bila dibandingkan nasib buruh. Nyatanya, meski sama-sama banting tulang, ‘argo’ artis dan buruh berbeda jauh.

“Meski kita sama-sama buruh, upah karyawan pabrik jomplang banget sama artis. Kasihan mereka, kerjanya mungkin satu bulan bisa menghasilkan berapa belum untuk makan dan uang sekolah anaknya. Dibandingkan artis kerja berapa jam udah bisa dapat lebih dari pada mereka,” ungkapnya.

Wanita asal Makassar ini heran, saat Indonesia disebut-sebut amat diminati investor asing kok sering didemo buruh. Jawabannya karena kebijakan investasi ala pemerintah sudah ketinggalan jaman dan diskriminatif.

“Upah rendah itu ciri khas Indonesia. Makanya kaum ekspatriat banyak datang ke Indonesia mendirikan pabrik karena semuanya bisa dibayar, apalagi harga buruh Indonesia murah sekali,” terangnya.

 â€œBanyak banget yang tidak menghargai buruh. Padahal kalau tidak ada mereka juga kita ribet hidupnya,” tutup Anie.


Acha Septriasa, Efek Demo Meluas

Kondisi buruh di Indonesia belum berubah. Buruh masih menjadi pihak yang lemah kala berhadapan dengan pengusaha dan negara. Kerap kali negara berpihak pada pengusaha dan mengabaikan hak buruh.

“Makanya wajar tiap tahun demo. Banyak kasus tidak ditangani serius oleh negara khususnya pemerintah,” kata Acha.

Ada sejumlah alasan mengapa buruh masih disebut lemah. Bintang film Heart ini menilai negara sering meremehkan konflik industrial hanya urusan buruh dan pengusaha. Negara tak pernah ikut campur.

“Pemimpin negara ini kan diberi wewenang dan tugas. Harus dibangun kesadaran semua urusan publik itu tanggung jawab negara,” jelas mantan pacar Irwansyah ini.

Acha menilai pergerakan buruh tahun ini jadi sangat istimewa dalam dinamika demokrasi di Indonesia. Gerakan buruh tidak sekadar menuntut kenaikan upah, melainkan juga jaminan sosial yang dinikmati oleh mereka yang bukan buruh.

“Efek gerakan buruh sudah me­luas,” cetusnya.

Acha memastikan keinginan utama buruh itu adalah soal upah. Kala terus dibiarkan tanpa kepastian, masalah upah akan terus meresahkan buruh. Kalau sudah begini, masyarakat lain atau investor juga ikutan cemas.

“Setahuku upah buruh di Indonesia lebih murah dari negara ASEAN lain. Semoga cepat dinegosiasikan dan selesai. Aku rasa investor menunggu kepastian. Kalau mereka masuk, investasi kan jadi devisa negara tuh,” tutup Acha. [Harian Rakyat Merdeka]


Ira Wibowo, Sesali Pengusaha Tipe Kerja Rodi

Tidak semuanya demonstrasi buruh identik dengan huru-hara. Buktinya, di Indonesia May Day lalu berjalan relatif aman. Ira Wibowo pun senang dengan kondisi ini.  

 â€œAku bersyukur semua ber­jalan lancar dan teratur. Biasa­nya kan pada takut kalau hari bu­ruh terjadi keributan,” ujar Ira.

Artis dan presenter senior ini menganggap nasib buruh masih kurang layak khususnya yang kerja di pabrik-pabrik. Jam kerja mereka tak seban­ding dengan keselamatan dan tanggung jawab.

“Buruh itu rakyat. Mereka dominan, bukan cuma PNS (pegawai negeri sipil). Ideal­nya tidak boleh penghasilan di bawah minimum. Ya susah, kalau di pihak mereka, saya pasti ikut bersuara seperti buruh,” Jelasnya.

Pangkal kesejahteraan bu­ruh, kata Ira, itu ada pada pengusaha  dan pemilik modal. Tidak bisa buruh dipaksa kerja seharian non-stop tapi tidak diperlakukan manusiawi.

“Yang bikin jengkel itu pengusaha tipe kerja rodi. Pelit, susah naikin upah. Dipikir mereka terus produksi, kejar target dan untung. Buruh dite­kan dengan alasan penghe­ma­tan anggaran segala macam deh,” tutur istri Katon Bagaskara ini.

Ira mengerti kalau beberapa pabrik atau perusahaan yang kesulitan finansial imbas krisis ekonomi nasional. Tapi khusus untuk buruh, Ira tak mau ada pengecualian.

“Nggak semua perusahaan sehat. Ongkos produksi dan operasional mahal. Tapi tetap dipikirkan solusi buat buruh, karena tenaga dan pikiran mereka kan tetap digunakan perusahaan kan,” harapnya.

Bintang film Simfoni Luar Biasa ini juga menagih peran pemerintah.

“Fokus dong kesejahteraan umum, misalnya transparansi dana pajak. Jangan lari ke tempat salah. Dari pajak aja bisa penuhi kebutuhan dasar rakyat, belum dari sumber devisa lain,” serunya.

Bagi Ira, kesejahteraan se­seorang itu dimulai dari ke­butuhan terkecil yakni pen­didikan dan kesehatan. Buruh dan lapisan bawah lain harus dipersiapkan agar unggul se­cara fisik dan mental. “Dari anak-anak, mereka penerus bangsa. Pelan-pelan dikurangi jumlah buruh, perbanyak orang pintar dan berhasil,” tutup ibu dua anak ini. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA