Adalah Muhammad Soedito, pria yang dimaksud. Otje, panggilan akrab Muhammad Soedioto, memang terlahir dengan sempurna. Namun saat menginjak usia satu tahun, Otje terserang penyakit campak. Penyakit ini menyerang saraf yang menghubungkan mata dan otaknya. Sejak saat itu Otje dinyatakan buta total.
Namun, sekali lagi, Otje seakan tidak mengalami keterbatasan visual. Saat
Rakyat Merdeka Online berkunjung ke kantornya di kawasan Jalan MH Thamrin, ia tersenyum ramah, dan juga renyah. Tanpa bantuan apapun, ia seakan melihat betul kondisi ruangan dan mengajak untuk berbincang di ruang kerjanya. Dengan mengenakan batik coklat, celana bahan coklat, ikat pinggang dan jam tangan yang warnanya nampak serasi, ia duduk di kursi hitam favoritnya. Ia pun seakan memandang jelas lawan bicaranya.
Otje memang tunanentra. Namun hal ini tidak menghalanginya untuk mengukir prestasi. Sejak kelas 6 SD ia mampu mengetik 220 hurup per menit. Ayah Otje, yang seorang tentara, telah mempersiapkan Otje sejak kecil agar bisa berkomunikasi dengan dunia luar, termasuk mendorongnya untuk les mengetik.
Pada tahun 1979, Otje pun berhasil lulus sebagai sarjana hukum dengan predikat cumlaude di Universitas Diponegoro Semarang. Untuk urusan belajar dan kelulusan ini, Otje mempunyai jurus jitu; belajar melalui diskusi dengan teman-temannya yang kemudian ia rekam.
Di Universitas Diponegoro, Otje pun tidak hanya aktif kuliah. Dia terlibat aktif dalam berbagai organisasi. Baginya, organisasi adalah alat untuk mencapai tujuan dalam rangka memenuhi kesejahteraan sosial bagi para anggotanya.
Pada tahun 1987, Otje pun pernah dicalonkan sebagai anggota DPR. Namun pencalonan tersebut ditolak karena fisiknya yang tidak sempurna.
"Disini terlihat jelas bahwa diskriminasi masih kental. Pemerintah masih menafsirkan bahwa peraturan secara dogmatis yang harus mampu baca dan tulis latin. Pemerintah masih beranggapan bahwa tunanetra ataupun masyarakat pada umumnya masih harus dikasihani," kata Otje.
Tidak hanya itu, Otje pun pernah menjadi wartawan selama 20 tahun. Ia menjadi news editor, wartawan cadangan, hingga akhirnya menjadi wartawan tetap di Departemen Luar Negri. Prestasi Otje sebagai wartawan pun tak perlu di ragukan lagi. Pada tahun 1982, dia pernah mewawancarai Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher dan Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan.
Prestasi lain Otje adalah pernah menjadi staf ahli Dirut PT Pancaniaga sejak tahaun 1979 hingga 1997. Ia pun dipercaya untuk menjadi Ketua I Persatuan Tunanetra Indonesia (PERTUNI) yang membidangi ormas politik dan hak asasi manusia.
"Anda harus yakin dengan apa yang Anda lakukan adalah benar serta mempunyai prinsip," pesan Otje, yang sangat mengidolakan Bung Karno dan Presiden Kennedy.
Di luar itu, Otje mengatakan bahwa salah satu kekayaan yang ia miliki adalah teman-temannya. Hingga kini, komunikasi dan siltaruhami dengan teman-temannya itu masih berjalan dengan baik.
Di tengah keterbatasan visual, Otje pun terus menikmati hobby-nya, yaitu membaca buku. Ia pun mempunyai koleksi buku yang sangat banyak.
"Beliau adalah pribadi yang
smart dengan keterbatasan visualnya beliau akan tetap megupayakan berbagai cara untuk mempunyai berbagai macam buku-buku, jika ada buku best seller beliau harus memilikinya. Beliau mempunyai daya ingat yang tinggi, kreatif dan memiliki daya juang yang tinggi," kata Rani Nugraha, yang sudah tiga tahun menjadi sekretaris Otje.
[ysa]
BERITA TERKAIT: