RMOL.Kondisi Utha melemah setelah menjalani operasi tempurung. Di tempurung kepalanya memang dipasang plat titanium untuk menggantikan tengkorak.
Tangisan duka kembali menyeÂlimuti belantika musik tanah air. Setelah terbaring koma akibat stroke yang dideritanya, Utha LiÂkumahuwa menghemÂbuskan nafas terakhir kemarin pada pukul 13.30 WIB di Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta. Dia meninggal di usia 56 tahun.
“Iya betul. Meninggalnya jam setengah 2 siang. Terakhir kan diÂoperasi tempurung (otaknya) tanggal 8 September kemarin,†paÂpar keponakan Utha, Ria LiÂkumahuwa, kemarin.
Saat ditanya bagaimana konÂdisi sebelum meninggal, Ria meÂnuturkan bahwa sebelum pagi seÂlang untuk aliran darah Utha terÂlepas. Selain itu kondisi Utha juga menurun.
“Sebelumnya pagi-pagi selangÂnya terlepas untuk aliran daÂrahnya. Badannya sempat lemas, konÂdisinya menurun. Lalu seÂlangÂnya masih sempat dipasang laÂgi siang jam 12 tapi badannya masih sangat lemas hingga akhirÂnya sampai meninggal,†ujarnya semÂbari terbata bata.
Istri sang legenda, Debbie Likumahuwa tampak tak henti-hentinya meneteskan air mata.
Keluarga juga berkumpul di ruang jenazah. Mereka tampak teÂnang dan tabah menghadapi keÂpergian Utha untuk selama-lamanya.
Kabar meninggalnya salah satu peÂnyanyi dengan suara khas ini langÂsung mendapat response dari sahabat dan saudara terdekat. Secara bergantian mereka berÂdaÂtangan ke rumah sakit. SeÂjumÂlah artis seperti Harry Capri, BenÂny Likumahuwa, Vonny Sumlang dan lain-lain nampak berada di sana.
Menurut rencana jenazah Utha akan disemayamkan di kediaÂmanÂnya di bilangan Ciputat TaÂngerang Selatan dan dimaÂkamÂkan, hari ini (Rabu. 14/9).
Utha dilahirkan di Maluku, 1 Agustus 1955. Dia mengalami stroke yang mengganggu otakÂnya, bahkan sempat menjalani opeÂrasi tempurung kepala minggu lalu.
Lebih dari 30 tahun menekuni dunia tarik suara, kata “proÂfeÂsionalitas†bukan hal aneh dalam kaÂmus Doa Putra Ebal Johan LiÂkumahua, begitu nama lengkap Utha. Utha sangat mencintai proÂfesinya dan selalu berusaha menÂjadi yang terbaik.
“Teknik vokal saya mungkin tiÂdak sehebat penyanyi lain. Tapi saya berusaha menyanyi dengan haÂti dan jiwa. Jujur dan total. MungÂÂkin itu yang membuat orang menyukai suara saya. Sampai sekarang saya masih kuat meÂnyanyikan nada tinggi. Napas juga masih oke,†ujar Utha suatu hari.
Belasan album, belasan hit, dan sederet penghargaan menjadi simbol eksistensi dan totalitas Utha. Numpang lahir di Ambon, tapi besar di Bandung, Nyong Ambon ini pertama kali merekam suara lantaran ajakan musikus jazz (alm.) Chris Kayhatu.
Nada dan Prestasi yang dilemÂpar akhir 1970-an adalah debut album Utha. Album itu mencetak hit Tersiksa Lagi yang kondang hingga saat ini. Lagu itu kemuÂdian sempat direkam dalam irama bossas oleh Rafika Duri dengan pengarah musik Ireng Maulana.
Nama Utha disebut-sebut ketika meluncurkan album kedua Bersatu dalam Damai tahun 1983. Album yang melibatkan muÂsikus Rully Johan, kakak kanÂdung Ernie Johan, dan Addie MS itu bisa dihitung sebagai master piece Utha.
Album itu mencetak hit yang kini menjadi trade mark Utha. Sebut saja Bersatu dalam Damai dan Esok Kan Masih Ada. Addie memasukkan kemasan musik orkestrasi kental. “Saya begitu beruntung. Banyak musikus bagus yang membantu album saya,†ujar Utha.
Dodo Zakaria dan Oddie Agam adalah dua nama pencipta lagu yang identik dengan Utha. Hit Utha: Akira, Mereka Bukan Kita, Aku Pasti Datang dan Esok Kan Masih Ada adalah buah karya Dodo Zakaria. Sedangkan Oddie Agam menyumbangkan tembang Puncak Asmara.
Keglamoran di panggung seolah berbanding terbalik deÂngan keseharian Utha. Penyanyi ini mengaku bahagia membina ruÂmah tangga dengan Debbi FariÂda, wanita berdarah Sunda yang dinikahinya hampir 40 tahun silam di Bandung.
Kesederhanaan dalam mengaÂrungi hidup diakui Utha menjadi moÂdal dirinya tetap bertahan. “Saya merasa tidak dikarunia fisik istimewa sebagai penyanyi yang diidolakan. Kepala ini juga plontos, enggak ganteng. Tapi modal suara dan totalitas saya dalam menyanyi adalah kebangÂgaan,†tutur Utha tersenyum.
Tak mengherankan jika Utha memilih untuk tidak memÂbangÂgakan diri dengan gaya berÂpakaian flamboyan dan jarang hadir di pesta-pesta selebritas.
“Kalau Anda datang ke rumah saya, mungkin akan terkejut. Sehari-hari saya makan tahu tempe dan tinggal di rumah sederhana saja. Tipe 21,†kata Utha beberapa tahun lalu tentang rumah mungilnya yang seÂderhana di Villa Mutiara, Ciputat, Jakarta Selatan. [rm]
< SEBELUMNYA
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.