Ini artinya, keuntungan jualan rokok di Indonesia, 'dibawa lari' ke markas Phillip Morris di Amerika.
Pengamat ekonomi politik dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamudin Daeng mengingatkan, skala ekonomi industri tembakau sangat besar. Jika dirinci, nilai ekspor tembakau 165 juta dolar AS, kemudian ekspor produk hasil tembakau mencapai 1,1 miliar dolar AS.
Nilai penjualan rokok di dalam negeri, dengan asumsi asumsi peneriman cukai 35 persen pada penerimaan negara, maka penjualan rokok bisa Rp 400 triliun lebih per tahun.
Selanjutnya, nilai emiten rokok di bursa efek, saham perusahaan rokok, bisa mencapai Rp 165 triliun, itu paling besar dari seluruh sektor lain. Dikalkulasi keseluruhan nilai ekonomi rokok tembakau di dalam negeri berkisar antara Rp 500 triliun sampai dengan Rp 600 triliun.
"Ini harus dilihat pemerintah sebagai satu potensi keuangan cukup besar.Yang menopang ekonomi negara," ucap Daeng
Kontribusi besar lain yang harus diperhatikan dari industri rokok yakni dalam bentuk pajak dan cukai yang nilainya mencapai Rp 170 triliun.
"Bicara keuntungan dari perusahaan rokok yang beroperasi di Indonesia, keuntungan itu kalau kita rata-ratakan sekitar 30 persen dari nilai transaksi, dari 400 triliun sekitar Rp120 triliun. Keuntungan ini kemudian dibagikan kemana saja. Itu yang harus dicermati, dilihat," tegas Daeng
Jadi, kata Daeng, ada potensi repatriasi, perpindahan keuntungan dengan nilai sangat besar sekali dari industri ini ke luar negeri. Apalagi pemegang market share itu 98 persen sahamnya dimiliki oleh asing. Berarti transfer keuntungan itu sepenuhnya dilarikan ke pemegang saham.
Menurut Daeng, pemerintah, telah gagal dalam melihat secara utuh potensi besar industri hasil tembakau. Sehingga, keuntungan pabrik rokok asing, terus kabur ke negeri asal mereka.
"Sampai sekarang, tidak ada regulasi yang cukup memadai untuk mengoptimalkan ekonomi tembakau sebagai fondamen dari ekonomi nasional," terangnya.
Mestinya, kata Daeng, dengan potensi keuangan sedemikian besar pemerintah bisa membentuk regulasi agar perputaran ekonomi sektor tembakau bisa menciptakan multifer effect besar ke dalam ekonomi nasional.
Misalnya, dengan melibatkan bank-bank pembangunan daerah dan nasional di dalam pengelolaan keuntungan industri hasil tembakau sehingga bisa menjadi penopang keuangan pemerintah.
Dari sisi pajak dan cukai, harus digunakan untuk membangun dan memperkuat pertanian tembakau di dalam negeri.
Selama ini yang terjadi disalokasi pemanfaatan cukai tembakau tidak jelas, dimanfaatkan untuk apa dan diarahkan kemana, publik tidak tahu.
"Jangan sampai dana pajak cukai itu justru habis dipakai buat bayar utang luar negeri," tukasnya.
[wid]
BERITA TERKAIT: