Beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa Kerry Adrianto Riza
Dugaan kriminalisasi terhadap pengusaha muda di bidang penyewaan kapal tanker dan terminal bahan bakar Muhamad Kerry Adrianto Riza jadi sorotan. Proses hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung bahkan dinilai sarat cacat prosedural sejak awal.
"Kerry ditahan sejak 25 Februari 2025 dan baru disidangkan 8 bulan kemudian, Oktober 2025. Jangka waktu hingga persidangan awal yang sangat lama patut diduga diperlukan untuk mencari alat bukti seperti dituduhkan," kata Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan dalam keterangannya yang diterima RMOL, Jumat, 26 Desember 2025.
"Artinya, pada saat penahanan dilakukan, Kejagung diduga belum mempunyai alat bukti yang cukup seperti dipersyaratkan dan dengan demikian penahanan Kerry terindikasi cacat hukum," tambahnya.
Dakwaan terhadap Kerry di persidangan juga jauh berbeda dengan tuduhan saat penetapan tersangka. Awalnya, Kerry dituduh terlibat korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, subholding, dan KKKS pada 2018-2023. Namun, dakwaan di persidangan hanya menyorot pengaturan penyewaan kapal tanker dan fasilitas terminal bahan bakar yang dianggap tidak dibutuhkan Pertamina.
"Dakwaan sama sekali tidak berkaitan dengan tata kelola minyak mentah dan produk kilang. Perubahan konstruksi perkara menimbulkan dugaan kuat bahwa penahanan Kerry bukan berdasarkan kecukupan bukti, melainkan bagian dari misi tertentu," ungkap Anthony.
Tuduhan mark up kontrak shipping dan praktik BBM oplosan juga hilang dari dakwaan. Pertamina sejak awal membantah tuduhan BBM oplosan dan menyebut informasi tersebut sebagai disinformasi. Fakta ini, menurut Anthony, menunjukkan tuduhan awal terhadap Kerry lemah dan diduga hanya dijadikan alasan penahanan.
Perhitungan kerugian negara juga berubah drastis. Dari klaim awal Rp193,7 triliun, dakwaan menyebut kerugian hanya Rp1,07 miliar untuk kapal tanker, Rp2,9 triliun untuk fasilitas penyimpanan, dan USD 9,86 juta. Perbedaan mencolok ini, bagi Athony, memperkuat dugaan cacat prosedural dan kriminalisasi.
Anthony juga menyoroti praktik tebang pilih dalam penegakan hukum. Kerry yang merupakan anak raja minyak Muhammad Riza Chalid ditetapkan tersangka sebagai beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, bukan karena keterlibatan langsung. Padahal kasus serupa seperti suap pajak atau skandal minyak goreng tidak menjerat pemilik perusahaan.
"Pertanyaannya, mengapa Kerry? Mengapa standar hukum ini tidak konsisten diterapkan pada kasus lain? Semua ini menunjukkan potensi kriminalisasi dalam penetapan tersangka dan penahanan," tukas Anthony Budiawan.