Anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Gerindra Azis Subekti. (Foto: RMOL/ Ahmad Satryo)
Panitia Khusus Penyelesaian Konflik Agraria DPR diingatkan agar tidak menjadikan reforma agraria sebatas jargon politik. Program tersebut harus benar-benar menyentuh petani kecil bila kedaulatan pangan ingin diwujudkan.
"Kedaulatan pangan sering kita teriak-teriakkan sebagai cita-cita besar. Tapi faktanya petani masih sering diposisikan hanya sebagai objek pelaksana program, penerima bantuan, atau buruh di lahan yang bukan miliknya," tegas Anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Gerindra, Azis Subekti, dalam keterangannya Sabtu, 13 Desember 2025.
Menurut Azis, petani seharusnya ditempatkan sebagai subjek utama pembangunan pangan. Artinya, petani harus memiliki hak atas tanah yang jelas, kebebasan menentukan usaha tani, posisi tawar di pasar, serta menikmati nilai tambah dari hasil kerja mereka sendiri.
"Tanpa itu semua, kenaikan produksi akan rapuh. Begitu biaya naik, lahan terdesak, atau harga jatuh, yang pertama kali tumbang selalu petani kecil," tandas Anggota Pansus Penyelesaian Konflik Agraria DPR dari Fraksi Gerindra ini.
Azis mengungkapkan data BPS 2023-2025 yang menempatkan Jawa Tengah sebagai salah satu penopang utama pangan nasional. Pada 2023, produktivitas padi tercatat 55,24 kuintal per hektare dengan produksi 9,06 juta ton.
Pada 2024, produktivitas meningkat menjadi 57,19 kuintal per hektare. Namun, penurunan luas panen membuat produksi justru turun menjadi 8,89 juta ton. Sementara pada 2025, peningkatan luas panen diproyeksikan mendorong produksi naik hingga 9,38 juta ton.
"Pesannya jelas. Produktivitas saja tidak cukup kalau lahan makin terhimpit, ongkos produksi membengkak, dan petani tak punya kepastian usaha," ujarnya.
Di Daerah Pemilihan Jawa Tengah VI yang meliputi Wonosobo, Purworejo, Temanggung, Magelang, dan Kota Magelang, kontribusi petani dinilai besar, namun tantangan yang dihadapi juga berat. Selain tekanan biaya dan alih fungsi lahan, wilayah pegunungan seperti Wonosobo dan Magelang juga rawan bencana.
Data longsor 2024 mencatat Wonosobo mengalami 80 kejadian, Magelang 64 kejadian, Purworejo 28 kejadian, dan Temanggung 24 kejadian. Kondisi ini menegaskan bahwa agenda ketahanan pangan tidak bisa dilepaskan dari isu lingkungan dan mitigasi risiko bencana.
Azis juga menyoroti potensi hortikultura di dapilnya. Temanggung tercatat sebagai produsen cabai rawit terbesar di Jawa Tengah pada 2024 dengan produksi mencapai 569,30 ribu kuintal. Sementara Wonosobo dan Magelang kuat pada komoditas bawang daun dan bawang putih.
"Kebijakan pangan tidak boleh padi-sentris. Diversifikasi pangan dan penguatan hortikultura itu bukan pelengkap, tapi strategi menjaga pendapatan petani sekaligus menjamin pasokan," kata Wasekjen DPP Partai Gerindra ini.