Berita

Mantan Menko Polhukan Mahfud MD. (Foto: Youtube Mahfud MD)

Politik

Mahfud MD Desak Isu Whoosh Diselesaikan Lewat Jalur Hukum

JUMAT, 24 OKTOBER 2025 | 22:11 WIB | LAPORAN: AHMAD ALFIAN

Isu kereta cepat Indonesia-China kembali mencuat usai Menteri Keuangan Purbaya Yudha Sadewa menyatakan bahwa pemerintah di era Presiden Prabowo Subianto menolak untuk membayar utang proyek Whoosh yang merupakan warisan dari pemerintahan sebelumnya di era Presiden Joko Widodo.

Menanggapi hal tersebut, mantan Menko Polhukam Mahfud MD menilai bahwa pernyataan itu mengindikasikan adanya persoalan serius yang selama ini mungkin disembunyikan dalam pengelolaan proyek strategis tersebut.

Menurut Mahfud, sejak awal proyek kereta cepat Whoosh memang menyimpan sejumlah persoalan mendasar. Selain masalah biaya dan utang yang begitu besar, ada pula persoalan lain yang sempat mencuat, mulai dari pengalihan kontrak dari Jepang ke China hingga isu pemecatan pejabat yang menolak proyek tersebut.


“Ada pula dugaan mark up dan pemecatan pejabat yang tidak setuju dengan proyek itu,” ungkapnya lewat kanal Youtube miliknya, seperti dikutip redaksi di Jakarta, Jumat, 24 Oktober 2025.

Mahfud menegaskan, meski utang pemerintah kerap dianggap sebagai beban rakyat, rakyat berhak mengetahui dan meminta pertanggungjawaban atas kontrak yang dibuat pemerintah dengan pihak asing.

Ia juga mengingatkan agar persoalan ini tidak serta-merta diarahkan untuk menyalahkan pihak China. Sebab, menurutnya, pemerintah China menjalankan kontrak sesuai dengan prinsip kebebasan berkontrak dan kepentingan nasionalnya.

“Kita harus memaklumi, sikap pemerintah China yang begitu taat terhadap kontrak tidak bisa disalahkan. Karena selain asas kebebasan berkontrak, mereka juga punya kepentingan nasional yang diletakkan di atas akad atau kontrak itu. Dan itu dibenarkan dalam aturan General Agreement on Tariff and Trade serta World Trade Organization,” jelas Mahfud.

Namun, Mahfud menegaskan, bila kontrak tersebut justru menjerat Indonesia, maka masalah utamanya bukan pada pihak asing, melainkan pada kelalaian dan ketidakcakapan pihak dalam negeri dalam menjaga kepentingan nasional.

“Kalau kita kalah dalam pembuatan kontrak yang kemudian mencekik, tentu tidak bisa hanya menyalahkan China. Bisa jadi pihak kita tidak becus memegang kebebasan setara dalam berkontrak dan abai terhadap kepentingan nasional sendiri, bahkan mungkin saja koruptif seperti yang diduga selama ini. Inilah perlunya penyelidikan atas kasus ini,” tegasnya.

Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi itu menutup pernyataannya dengan menekankan bahwa penyelesaian kasus kereta cepat tidak cukup dilakukan secara politik, melainkan juga harus melalui jalur hukum.

“Kasus ini harus diselesaikan bukan hanya secara politik tetapi juga secara hukum. Tujuannya agar ke depan tidak terjadi lagi penyalahgunaan kewenangan yang diwariskan dari satu pemerintahan ke pemerintahan berikutnya,” pungkas Mahfud.

Ia menegaskan, lembaga-lembaga negara harus kembali bekerja sesuai mandat konstitusi dan dijalankan dengan tanggung jawab moral demi menjaga integritas penyelenggaraan pemerintahan.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

BNN-BNPP Awasi Ketat Jalur Tikus Narkoba di Perbatasan

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:09

Perkuat Keharmonisan di Jakarta Lewat Pesona Bhinneka Tunggal Ika

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:01

Ahmad Doli Kurnia Ditunjuk Jadi Plt Ketua Golkar Sumut

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:47

Ibas: Anak Muda Jangan Gengsi Jadi Petani

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:26

Apel Besar Nelayan Cetak Rekor MURI

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:19

KPK Akui OTT di Kalsel, Enam Orang Dicokok

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:12

Pemerintah Didorong Akhiri Politik Upah Murah

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:00

OTT Jaksa oleh KPK, Kejagung: Masih Koordinasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:53

Tak Puas Gelar Perkara Khusus, Polisi Tantang Roy Suryo Cs Tempuh Praperadilan

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Menkeu Purbaya Bantah Bantuan Bencana Luar Negeri Dikenakan Pajak

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Selengkapnya