Berita

Suasana sidang lanjutan uji materi Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) terkait Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40/1999 tentang Pers (UU Pers) di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK). (Foto: Dokumentasi pribadi)

Hukum

Iwakum Anggap Keterangan AJI Kontradiktif soal Perlindungan Hukum

RABU, 22 OKTOBER 2025 | 04:16 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Permohonan uji materi Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) terkait Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40/1999 tentang Pers (UU Pers) di Mahkamah Konstitusi (MK) bertujuan memperjelas dan memperkuat perlindungan hukum bagi wartawan. 

Berkenaan dengan itu, keterangan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dalam persidangan di MK menunjukkan inkonsistensi. 

Sebab, AJI menolak permohonan Iwakum namun pada saat yang sama mengakui masih lemahnya perlindungan hukum bagi wartawan di Indonesia.


“Keterangan AJI dalam sidang MK menurut kami penuh kontradiksi. AJI menyatakan Pasal 8 UU Pers sudah jelas, tetapi mereka sendiri mengakui masih banyak terjadi kriminalisasi dan kekerasan terhadap wartawan,” kata Ketua Umum Iwakum Irfan Kamil di Gedung MKRI, Jakarta pada Selasa, 21 Oktober 2025.

“Kalau norma itu memang sudah cukup, seharusnya tidak ada lagi wartawan dipidanakan karena karya jurnalistik,” imbuhnya menegaskan.

Kamil kembali menegaskan bahwa Iwakum justru memperjuangkan agar mekanisme perlindungan hukum terhadap wartawan diperjelas secara konstitusional. 

Ia menilai, norma Pasal 8 selama ini dibiarkan multitafsir karena hanya menyebut “perlindungan pemerintah dan masyarakat” tanpa menjelaskan bentuk dan mekanismenya.

“Permohonan Iwakum tidak membatasi perlindungan wartawan seperti disebutkan oleh AJI. Justru kami memperjuangkan agar wartawan tidak lagi ditarik ke ranah pidana maupun perdata ketika menjalankan kerja jurnalistik yang sah. Ini langkah mempertegas perlindungan, bukan mempersempit,” jelas Kamil.

Senada dengan itu, Koordinator Tim Kuasa Hukum Iwakum Viktor Santoso Tandiasa menambahkan, permohonan yang diajukan Iwakum meminta MK memberikan tafsir konstitusional agar setiap sengketa jurnalistik wajib tunduk terlebih dahulu pada UU Pers sebelum diproses dengan hukum lain.

“Intinya jelas, seluruh bentuk kriminalisasi terhadap wartawan dalam menjalankan profesinya harus dihentikan. Melalui permohonan ini, kami meminta MK menegaskan dua hal pertama, karya jurnalistik tidak boleh dipidana; kedua, aparat penegak hukum harus mendapatkan izin dari Dewan Pers sebelum melakukan tindakan kepada wartawan yang sedang menjalankan tugasnya,” kata Viktor.

Menurut Viktor, keterangan AJI yang menyatakan Iwakum mempersempit perlindungan wartawan adalah keliru. 

“Kami justru memperkuat perlindungan hukum. Dengan adanya penegasan dari MK, wartawan tidak lagi bisa dikriminalisasi menggunakan pasal pencemaran nama baik, KUHP, atau UU ITE selama menjalankan kerja jurnalistik yang sah. Jadi Kita tidak mempersempit Norna Pasal 8 namun menambahkan pemaknaan termasuk tindakan kepolisian yang sebelumnya harus mendapatkan izin dari Dewan Pers" jelasnya.

Adapun Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) memberikan keterangan sebagai pihak Terkait dalam sidang lanjutan uji materi Pasal 8 UU Pers di Mahkamah Konstitusi pada Selasa 21 Oktober 2025.

Perkara Nomor 145/PUU-XXIII/2025 ini diajukan oleh Iwakum  yang diwakili Ketua Umum Kamil dan Sekjen Ponco Sulaksono.

Dalam sidang tersebut, Ketua Umum PWI Akhmad Munir menyatakan Pasal 8 UU Pers tetap penting namun pelaksanaannya harus dimaknai aktif dan komprehensif agar tidak berhenti pada norma. 

PWI juga menilai perlindungan hukum terhadap wartawan harus diperkuat secara sistematis.

Sementara itu, AJI dalam keterangannya menyebut Pasal 8 UU Pers beserta penjelasannya sudah cukup jelas, tetapi juga mengakui masih terjadi praktik kriminalisasi, kekerasan, dan gugatan terhadap jurnalis. 

AJI menilai masalah utama perlindungan pers bukan pada norma UU Pers, melainkan pada lemahnya pelaksanaan.

“Kami menilai keterangan kedua pihak tersebut justru semakin memperkuat urgensi perlunya tafsir konstitusional agar mekanisme perlindungan wartawan memiliki kepastian hukum,” demikian Viktor.


Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya