Berita

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika dalam Diskusi Publik Paradoks Kebijakan Hulu-Hilir Perberasan Nasional di Gedung Ombudsman RI. (Foto: Dok Ombudsman)

Politik

Ombudsman Desak Pemerintah Benahi Kebijakan Perberasan Nasional

SELASA, 26 AGUSTUS 2025 | 18:05 WIB | LAPORAN: AHMAD ALFIAN

Ombudsman Republik Indonesia menilai kebijakan perberasan nasional saat ini belum stabil dan berdampak pada naiknya harga beras, lambatnya penyaluran stok, serta ketidakpastian bagi pelaku usaha. Pemerintah diminta segera menata kebijakan agar masyarakat tetap mendapat akses pangan dengan harga wajar. 

Hal tersebut disampaikan Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika dalam Diskusi Publik Paradoks Kebijakan Hulu-Hilir Perberasan Nasional di Gedung Ombudsman RI, Selasa, 26 Agustus 2025.

Yeka mengungkapkan bahwa berdasarkan catatan Badan Pangan Nasional, stok beras bulan Juli 2025 mencapai 4.2 juta ton, ini merupakan jumlah tertinggi sepanjang sejarah. Sebagai perbandingan pada tahun 1984 dan 1997 stok tertinggi hanya sekitar 3 juta ton. 


Menurutnya, angka tersebut memang terlihat baik, namun stok besar belum tentu aman jika tidak dikelola dengan hati-hati. Ia menegaskan bahwa swasembada bukanlah capaian sesaat, melainkan keberlanjutan

“Jika stok itu gambaran swasembada maka concern Ombudsman bukan swasembada di satu titik melainkan swasembada berkelanjutan. Apa artinya kita merayakan swasembada tapi akhirnya mengimpor lagi. Itulah perlunya membuat kebijakan yang lebih terencana dengan baik sehingga target swasembada diterapkan dengan tujuan sebenarnya,” ucap Yeka.

Yeka juga menjelaskan bahwa kebijakan any quality dengan harga gabah Rp 6.500/kg dan penumpukan stok di Bulog sempat meningkatkan Nilai Tukar Petani Beras (NTPb) hingga 120. Namun pasca kebijakan tersebut, harga gabah melonjak ke Rp 7.500?"8.000/kg dan harga beras melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET). 

Ia menyebut masa panen raya sudah lewat, tetapi stok pemerintah hingga Juli belum optimal dilepas ke pasar sehingga memperburuk kelangkaan.

Situasi juga diperparah oleh sulitnya penyaluran beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan). Aturan yang ketat dan ancaman pidana membuat pelaku usaha enggan terlibat distribusi. 

Beberapa distributor bahkan diproses hukum akibat perbedaan persentase broken beras dengan label kemasan. Sementara itu, penggilingan beras tidak memperoleh margin usaha karena HET belum disesuaikan dengan ongkos produksi. 

“Saya melihat HET perlu diformulasikan lagi, apakah tepat pelaku usaha dibebankan dengan HET. Sebagian besar pengamat melihat bahwa HET untuk swasta sebaiknya dilepas saja. Jadi ada paradoks apakah betul HET ini mensejahterakan masyarakat,” kata Yeka.

Berdasarkan data Bapanas, konsumsi beras nasional sekitar 2,6 juta ton per bulan. Stok masyarakat rata-rata hanya 4 juta ton (per Desember 2023). Jika suplai pemerintah tersendat, stok hanya mampu bertahan sekitar 1,6 bulan. 

Hingga Juli 2025, penyaluran beras SPHP baru 236.128 ton (data Bulog), jauh di bawah kebutuhan. Produksi beras komersial pun terhambat kebijakan HET. Belakangan, pemerintah juga meminta produsen dan distributor menandatangani surat komitmen membeli Gabah Kering Panen Rp 6.500/kg dan menjual beras sesuai HET. 
Ombudsman menilai ketidakjelasan aturan HPP dan HET membingungkan semua pihak. Produsen tidak jelas pedoman HPP gabah, pengolah dan distributor rugi karena HET tak menutup biaya, dan konsumen bingung dengan kualitas beras. Ancaman pidana makin menambah ketidakpastian sehingga berbisnis dengan aturan yang berubah-ubah dan berisiko pidana dan tidak kondusif.

Sebagai solusi, Ombudsman meminta pemerintah mempercepat penyaluran beras SPHP dengan memperbaiki distribusi, melibatkan pelaku usaha, memberikan kejelasan aturan bagi beras komersial agar sesuai mekanisme pasar, serta memastikan bantuan pangan tepat sasaran bagi masyarakat miskin sebagaimana amanat Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945. 

Yeka menekankan, pemerintah perlu membuat kebijakan perberasan yang lebih konsisten. Kebijakan pemerintah juga harus dapat memberikan insentif terhadap peningkatan kualitas panen petani. Dalam hal ini, gabah dengan kualitas yang lebih baik mendapatkan harga yang layak.
“Pemerintah wajib memastikan beras SPHP dan komersial dapat diakses masyarakat dengan harga wajar, dan bantuan pangan diberikan tepat sasaran karena bagaimanapun ini sudah menjadi hak masyarakat,” sambung Yeka. 

Terkait perlindungan konsumen, Yeka juga mendukung upaya Satgas Pangan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen terkait kesesuaian label dengan isi beras kemasan. 

“Sejak 2007 isu beras berabel ini sudah mencuat, bahwa pemerintah mendorong beras dikemas dengan benar dan apa yang didalamnya harus sesuai, jika melanggar artinya salah. Jika praktik ini tidak dibenahi terus menerus dapat menimbulkan berbagai permasalahan salah satunya adalah isu beras oplosan,” tegas Yeka. 

Oleh karena itu, melalui Diskusi Publik ini Yeka berharap dapat mengumpulkan berbagai informasi sebanyak mungkin guna memberikan saran perbaikan kepada pemerintah terkait kebijakan perberasan dari hulu ke hilir.

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya