Berita

Ilustrasi boneka Labubu/Net

Bisnis

Investor Prediksi Kejatuhan Labubu, dari Boneka Lucu jadi Risiko Saham

SELASA, 05 AGUSTUS 2025 | 14:15 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Kepopuleran boneka Labubu yang sempat viral secara global diperkirakan akan segera meredup. Prediksi ini datang dari Arnott Capital, salah satu pengelola dana lindung nilai (hedge fund) terkemuka di Australia.

Dalam surat kepada para investor akhir pekan lalu, Arnott Capital mengungkapkan bahwa mereka akan melakukan short selling atas saham Pop Mart, produsen boneka Labubu asal Tiongkok.

Short selling adalah strategi investasi di mana seorang investor meminjam saham dari pihak lain untuk dijual pada harga saat ini, dengan harapan harga saham tersebut akan turun. Ketika harga turun, investor bisa membeli kembali saham itu dengan harga lebih murah, mengembalikannya kepada pemilik asli, dan memperoleh keuntungan dari selisih harga jual dan beli. Strategi ini sering digunakan ketika investor memprediksi harga suatu saham akan jatuh.


Pop Mart, yang berkantor pusat di China dan terdaftar di bursa saham Hong Kong, mengalami lonjakan kapitalisasi pasar dari sekitar 6,7 miliar Dolar AS pada 2020 menjadi lebih dari 28,81 miliar Dolar AS saat ini. Kenaikan ini didorong oleh tingginya permintaan atas boneka Labubu, yang jauh melebihi pasokan.

Fenomena ini turut diperkuat oleh sorotan media sosial dan dukungan dari selebriti dunia seperti David Beckham, Kim Kardashian, dan grup K-pop Blackpink. Salah satu daya tarik utama boneka ini adalah sistem "blind box", di mana pembeli tidak tahu versi boneka mana yang mereka dapatkan hingga dibuka.

Boneka Labubu dijual dengan harga sekitar 13-27 Dolar AS, namun di pasar sekunder, harganya bisa melambung tinggi. Bahkan, satu boneka pernah terjual hingga 7.000 Dolar AS minggu lalu.

Namun, menurut Arnott Capital, tren ini mulai menunjukkan tanda-tanda penurunan.

“Risiko melakukan short selling pada saham yang termasuk kategori ‘tren’ atau ‘siklus hype’ adalah kita tidak tahu kapan momentum itu berakhir, seperti mencoba mengukur seutas tali tanpa ujung,” tulis Arnott dalam catatan kepada investor, dikutip dari 9News, Selasa, 5 Agustus 2025.

“Namun, kami percaya katalisnya kini mulai terlihat jelas di internet. Pada bulan Juni, harga jual kembali Labubu mencapai puncaknya dan terus menurun. Kami yakin tren ini akan melemahkan permintaan yang sempat tinggi pada paruh kedua 2024 hingga awal 2025. Akibatnya, pasar bisa dibanjiri kelebihan stok dan kerugian inventaris,” lanjut pernyataan tersebut.

Arnott Capital membandingkan fenomena ini dengan tren Hello Kitty di awal 2010-an, saat harga saham Sanrio sempat naik 700 persen sebelum akhirnya jatuh dalam beberapa tahun.

“Kami melihat pola yang sama pada Labubu. Sistem ‘blind box’ menciptakan semacam lotre semu yang mendorong pembelian impulsif,” tulis Arnott.

Tingginya permintaan dan stok terbatas juga mendorong munculnya calo dan situs bot yang digunakan kolektor untuk membeli boneka dalam jumlah besar, kemudian menjualnya kembali dengan harga tinggi.

Bahkan bulan lalu, sejumlah penggemar rela berkemah semalaman dalam cuaca dingin di negara bagian Victoria demi menghadiri pembukaan toko Pop Mart di Melbourne, salah satu dari 11 toko yang sudah beroperasi di Australia. Satu toko lagi dijadwalkan dibuka di pusat kota Sydney akhir tahun ini.

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya