Pertemuan DPP GAMKI dengan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Yahya Cholil Staquf/Ist
Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) menggandeng Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk mengevaluasi Menteri Agama, KH. Nasaruddin Umar, karena muncul sejumlah kasus intoleransi di daerah.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) GAMKI, Sahat Martin Philip Sinurat mengatakan, pihaknya telah menyampaikan kolaborasi lintas iman dalam menjaga dan merawat persatuan Indonesia, kepada Ketua Umum PBNU KH. Yahya Cholil Staquf, pada Senin 14 Juli 2025.
Dalam kunjungan audiensi tersebut, Sahat bersama jajaran pengurus DPP GAMKI mendiskusikan berbagai isu kebangsaan, termasuk soal kasus intoleransi yang terjadi belakangan ini.
"Kami menyampaikan keprihatinan atas sejumlah kasus intoleransi yang baru-baru ini terjadi, salah satunya pembubaran kegiatan Retret Pemuda Kristen di Sukabumi, serta polemik Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) di Depok," kata Sahat dalam keterangan resminya, Jumat 18 Juli 2025.
Sahat mengatakan, selama ini GAMKI selalu berkomitmen kepada empat pilar PBNU, kepanjangan dari Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Ini bukan hanya tentang kebebasan beragama, tapi juga bagaimana komitmen kita terhadap Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dari pondasi keberagaman dan kebhinekaan," kata Sahat.
GAMKI juga menyampaikan dukungan terhadap upaya yang dilakukan pimpinan Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dalam menyuarakan keadilan lingkungan hidup.
"Seruan yang dilakukan Ephorus HKBP Pdt. Dr. Victor Tinambunan terkait persoalan TPL di Kawasan Danau Toba adalah persoalan bersama. Bersama dengan HKBP dan NU, kami memiliki semangat yang sama dalam memperjuangkan keadilan ekologis," lanjutnya.
Sahat mengusulkan membangun konsensus nasional lintas iman yang melibatkan lembaga keumatan seperti PBNU, Muhammadiyah, Persatuan Gereja Indonesia (PGI), Konferensi Wali Gereja (KWI), dan lembaga keagamaan lainnya, guna menerjemahkan norma-norma kebangsaan berdasarkan Pancasila.
"Kita butuh satu titik temu agar nilai-nilai luhur Pancasila tidak hanya menjadi jargon. Kalau tidak disepakati bersama, maka setiap pergantian pemimpin bisa mengubah arah kebijakan sesuai kehendak politik," kata Sahat.
Sahat mengklaim, Ketum PBNU yang kerap disapa Gus Yahya itu menyambut positif gagasan GAMKI tersebut, yang sebelumnya juga telah menjalin komunikasi dengan tokoh-tokoh lintas agama.
Lebih lanjut, GAMKI berharap konsensus dan kolaborasi pemuda lintas agama yang sudah mulai dijalankan seperti bersama Gerakan Pemuda (GP) Ansor, Pemuda Muhammadiyah, Pemuda Katolik, dan organisasi pemuda keagamaan lainnya saat bertemu Paus Fransiskus di Vatikan pada tahun 2024, bisa lebih meningkat lagi.
"Deklarasi Jakarta-Vatikan adalah bentuk sumbangan kecil dari pemuda lintas iman. Tapi yang besar harus datang dari para tokoh agama, seperti PBNU, Muhammadiyah, PGI, KWI, dan lainnya. GAMKI bersama pemuda lintas agama lainnya pasti siap mendukung," demikian Sahat.