Berita

Ilustras/MAS

Publika

Menolak Denasionalisasi Bank Sentral

Oleh: Muchamad Andi Sofiyan*
SABTU, 24 MEI 2025 | 00:59 WIB

SETIAP bangsa akan mengalami fase regenerasi kepemimpinan. Munculnya pemimpin yang belum berpengalaman bukanlah musibah, melainkan keniscayaan dari dinamika demokrasi. Ini bukan alasan untuk menjatuhkan, melainkan panggilan untuk membimbing dan mendidik.

Di sinilah pentingnya kehadiran para negarawan senior, lembaga penasihat, dan institusi pembinaan politik. Peran mereka tidak sekadar simbolis, tetapi strategis dalam membentuk arah kepemimpinan yang konstitusional dan stabil. Pendekatan melalui konseling, penasihatan, dan pendidikan politik adalah jalan yang jauh lebih konstruktif daripada tindakan ekstrem seperti pemakzulan.

Pemakzulan memang sah secara hukum, tetapi dampaknya tidak bisa disepelekan. Ia menciptakan ketidakstabilan politik, yang kerap diikuti oleh guncangan ekonomi. Pasar menjadi gamang, investor bersikap wait and see, dan masyarakat kembali terombang-ambing dalam ketidakpastian. Demokrasi yang matang seharusnya menjadikan pemakzulan sebagai jalan terakhir, bukan alat tekanan politik atau pelampiasan ketidakpuasan jangka pendek.


Namun di balik diskusi soal kepemimpinan, ada bahaya yang lebih mendasar dan sistemik: pelanggaran terhadap konstitusi secara struktural.

Bahaya Nyata Denasionalisasi Bank Sentral

Salah satu pelanggaran paling serius terhadap konstitusi adalah denasionalisasi bank sentral. Isu ini sering kali dibungkus dengan narasi teknokratis, padahal dampaknya sangat politis dan menyentuh akar kedaulatan negara.

Bank sentral adalah jantung sistem keuangan nasional. Ia berperan dalam mengatur peredaran uang, mengendalikan inflasi, menjaga kestabilan moneter, dan merumuskan kebijakan suku bunga. Bila kontrol atas lembaga ini lepas dari tangan negara baik karena intervensi asing, liberalisasi kebijakan, atau pengaruh korporasi transnasional, maka secara de facto, negara telah menyerahkan kedaulatannya kepada kekuatan yang tidak dipilih oleh rakyat.

Denonalisasi bank sentral bukan sekadar keputusan teknis, melainkan bentuk nyata pelepasan kedaulatan. Ketika arah kebijakan moneter tidak lagi ditentukan oleh mandat konstitusi dan kepentingan nasional, maka rakyat kehilangan kendali atas ekonomi mereka sendiri. Konsekuensinya sangat luas: jurang ketimpangan melebar, harga kebutuhan pokok tidak stabil, dan kemampuan negara mengelola krisis menjadi lumpuh.

Negara Konstitusional Harus Ditegakkan Secara Utuh

Negara konstitusional hanya bisa berdiri kokoh jika seluruh penyelenggara negara menjunjung tinggi konstitusi secara utuh, tidak pilih-pilih, tidak setengah hati. Dalam konteks ini, bimbingan terhadap pemimpin yang masih belajar harus dilakukan dengan cara yang sehat, berlandaskan semangat kolaboratif dan kebijaksanaan politik. Menjatuhkan seseorang karena kekurangan pengalaman bukanlah solusi, melainkan gejala dari imaturitas demokrasi kita sendiri.

Namun pada saat yang sama, pelanggaran terhadap prinsip dasar konstitusi, terutama dalam bentuk denasionalisasi bank sentral. Itu tidak boleh dianggap remeh dan bukan sekadar isu ekonomi, melainkan akar dari persoalan politik, sosial, dan kedaulatan nasional.

Jika kita benar-benar mencintai negeri ini, maka tugas kita bukan hanya mengawasi siapa yang duduk di kursi kekuasaan, tetapi memastikan bahwa sistem yang dijalankan tetap setia pada konstitusi dan berpihak pada kepentingan rakyat.


*Penulis adalah penggiat literasi dari Republikein StudieClub

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Investigasi Kecelakaan Jeju Air Mandek, Keluarga Korban Geram ? ?

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:52

Legislator Nasdem Dukung Pengembalian Dana Korupsi untuk Kesejahteraan Rakyat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:43

Ledakan Masjid di Suriah Tuai Kecaman PBB

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:32

Presiden Partai Buruh: Tidak Mungkin Biaya Hidup Jakarta Lebih Rendah dari Karawang

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:13

Dunia Usaha Diharapkan Terapkan Upah Sesuai Produktivitas

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:26

Rehabilitasi Hutan: Strategi Mitigasi Bencana di Sumatera dan Wilayah Lain

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:07

Pergub dan Perda APBD DKI 2026 Disahkan, Ini Alokasinya

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:52

Gebrakan Sony-Honda: Ciptakan Mobil untuk Main PlayStation

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:24

Kebijakan Purbaya Tak Jauh Beda dengan Sri Mulyani, Reshuffle Menkeu Hanya Ganti Figur

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:07

PAN Dorong Perlindungan dan Kesejahteraan Tenaga Administratif Sekolah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:41

Selengkapnya