Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto/RMOL
.Kesaksian mantan Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina dalam persidangan praperadilan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto pada Jumat 7 Februari 2025, memunculkan fakta baru.
Agustiani yang merupakan saksi fakta yang dihadirkan kuasa hukum Hasto, mengaku sempat ditawari Rp2 miliar oleh orang tak dikenal untuk "menyesuaikan" keterangan sebelum diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penetapan Hasto sebagai tersangka.
Lebih lanjut, Agustina juga mengaku belum diizinkan berobat ke China untuk mengatasi kanker rahim yang dideritanya.
Salah seorang penyidik KPK bahkan disebut-sebut menggunakan kewenangannya secara tidak benar untuk menekan Agustina, yang semakin memperkuat dugaan adanya motif tertentu dalam kasus ini.
Menanggapi hal itu, paktisi hukum Anrico Pasaribu mengatakan, dari kesaksian Agustiana tersebut, muncul dugaan adanya penyalahgunaan kewenangan di tubuh KPK terkait kasus suap Harun Masiku.
Menurut Anrico, hukum harus ditegakkan secara adil dan tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi atau politik tertentu.
Menurut Anrico, terlepas dari proses persidangan praperadilan yang sedang berjalan, tindakan semacam itu bisa dikategorikan tindakan
abuse of power dan mengarah pada
obstruction of justice.
"KPK harus menjawab itu. Jika benar, kesaksiannya ini merupakan bentuk pelanggaran hukum serius. Dewan Pengawas KPK turun tangan," kata Anrico dalam keterangannya, Rabu 12 Februari 2025.
Anrico mengaku sependapat dengan kuasa hukum Hasto, Ronny Berty Talapessy dkk yang menyatakan KPK dalam penetapan Hasto sebagai tersangka tanpa prosedur yang tepat secara hukum.
"KPK harus bekerja berdasarkan fakta hukum, bukan tekanan atau kepentingan pihak tertentu," ujar Anrico.
Selain itu, Anrico mendesak agar dugaan penyalahgunaan kewenangan ini segera diinvestigasi secara menyeluruh.
Ia menekankan, setiap pejabat di lembaga penegak hukum harus diawasi ketat agar tidak ada penyimpangan yang merusak integritas lembaga tersebut.
"KPK sebagai garda terdepan pemberantasan korupsi di Indonesiah harus tetap netral dan tidak boleh menjadi alat bagi kepentingan politik maupun pribadi siapa pun," pungkas Anrico.