Berita

Ilustrasi/RMOL

Publika

Penanggulangan Terorisme dan Membangun Ketahanan Sosial

Oleh: Muchamad Andi Sofiyan*
SENIN, 10 FEBRUARI 2025 | 03:30 WIB

TERORISME adalah ancaman yang kompleks dan terus berkembang, yang sering kali menarik individu-individu dari berbagai latar belakang. Memahami penyebab seseorang tertarik untuk menjadi teroris adalah langkah awal yang penting dalam menangani ancaman ini secara efektif. Dalam esai ini, kita akan mengeksplorasi penyebab utama radikalisasi, pola teror non-verbal yang sering tidak disadari, dan langkah-langkah strategis untuk mengatasinya.
 
Penyebab Seseorang Tertarik Menjadi Teroris
 
Banyak individu yang merasa dikecewakan oleh sistem sosial, ekonomi, atau politik yang ada. Mereka merasa terpinggirkan dan tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan potensi diri. Perasaan ini sering diperburuk oleh perundungan, diskriminasi, atau ketidakadilan yang dialami sejak usia dini.
 

 
Beberapa kelompok ekstremis memanfaatkan kelemahan emosional individu untuk menyebarkan doktrin radikal. Propaganda yang disampaikan sering kali menjanjikan pembebasan dari rasa sakit atau ketidakadilan, sekaligus memberikan identitas dan tujuan yang kuat bagi individu yang merasa kehilangan arah.
 
Lingkungan yang penuh dengan kekerasan, perpecahan, dan eksklusi sering kali menjadi lahan subur bagi radikalisasi. Individu yang tumbuh dalam komunitas yang mendukung kekerasan atau intoleransi lebih rentan terpapar ideologi ekstremis.
 
Perundungan di lingkungan keluarga, sekolah, atau komunitas dapat menciptakan rasa rendah diri yang mendalam. Individu yang mengalami perundungan sering kali mencari pengakuan dan kekuasaan melalui cara-cara yang ekstrem, termasuk bergabung dengan kelompok teroris.
 
Kelompok teroris sering kali menggunakan retorika "jika kamu tidak bersama kami, maka kamu musuh kami" untuk memisahkan individu dari komunitas yang lebih luas. Ini menciptakan loyalitas yang buta dan berbahaya terhadap kelompok tersebut.
 
Tidak semua individu yang menjadi teroris berasal dari latar belakang ekonomi yang kurang. Banyak orang yang secara ekonomi mapan juga dapat terjerat dalam doktrin teror karena alasan-alasan seperti pencarian makna hidup, pengaruh sosial, atau kebutuhan akan identitas yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa radikalisasi adalah proses yang kompleks dan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor material.
 
Tempat-tempat yang mempromosikan doktrin teror sering kali menampilkan hubungan yang penuh dengan penghargaan dan kasih sayang di antara anggota kelompoknya, selama tidak ada perlawanan terhadap tujuan ideologi tersebut. Namun, jika terjadi perlawanan, maka tekanan atau teror dapat langsung dilancarkan untuk mempertahankan kontrol.
 
Pola Penerapan Teror Non-Verbal yang Tidak Disadari
 
Teror non-verbal sering kali muncul dalam bentuk pengucilan seseorang dari komunitas atau kepercayaan yang menjadi pegangan hidupnya. Misalnya, seseorang dapat dikeluarkan secara halus atau terang-terangan dari kelompok sosial, agama, atau organisasi tertentu, menciptakan rasa takut dan isolasi.
 
Memberikan label negatif kepada seseorang berdasarkan keyakinan, pendapat, atau latar belakangnya dapat menjadi bentuk teror yang menekan mental dan emosional individu.
 
Tekanan untuk mematuhi aturan atau norma kelompok tertentu tanpa memberi ruang untuk dialog atau perbedaan pendapat juga termasuk pola teror non-verbal yang sering tidak disadari.
 
Meninggalkan individu dari keputusan atau kegiatan penting dalam komunitas mereka juga dapat menciptakan perasaan tidak diinginkan, yang sering menjadi pintu masuk radikalisasi.
 
Kelompok yang menyebarkan doktrin teror sering kali menunjukkan pola seperti senang melihat orang lain terkena musibah dan mengaitkannya dengan "azab". Pola ini digunakan untuk memperkuat narasi ideologi mereka dan menanamkan rasa takut atau rasa bersalah pada individu yang menjadi target.
 
Upaya Penanggulangan Terorisme
 
Untuk mengatasi terorisme secara efektif, kita perlu memahami akar penyebab ini dan mengambil langkah-langkah konkret untuk mencegah radikalisasi.
 
Program anti-perundungan harus menjadi prioritas di sekolah dan komunitas. Dengan menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung, individu tidak akan merasa terasing atau direndahkan.

Edukasi tentang nilai-nilai empati, toleransi, dan saling menghormati harus ditanamkan sejak dini. Masyarakat yang inklusif akan lebih sulit dimasuki oleh ideologi ekstremis.
 
Kemiskinan dan ketidaksetaraan sering menjadi faktor utama radikalisasi. Namun, kita juga harus mengakui bahwa individu dari berbagai status ekonomi dapat terpengaruh oleh ideologi ekstremis. Oleh karena itu, penguatan ekonomi keluarga, penciptaan lapangan kerja, dan akses terhadap pendidikan berkualitas tetap penting sebagai bagian dari strategi yang lebih luas.
 
Mengidentifikasi Tanda-tanda Radikalisasi Dini

Pemerintah dan komunitas harus bekerja sama untuk mengidentifikasi individu yang menunjukkan tanda-tanda radikalisasi, seperti perubahan perilaku, penyebaran ideologi ekstremis, atau ketertarikan terhadap kelompok tertentu.
 
Belajar dari keberhasilan negara lain dalam menangani terorisme dapat memberikan wawasan baru. Kerja sama internasional juga penting untuk melawan ancaman lintas batas.
 
Keluarga memiliki peran penting dalam mencegah radikalisasi. Dengan menciptakan hubungan yang sehat dan mendukung dalam keluarga, individu akan merasa diterima dan tidak mencari pengakuan di tempat lain.
  
Memahami alasan mengapa seseorang tertarik menjadi teroris adalah kunci untuk mencegah radikalisasi. Selain itu, mengenali pola-pola teror non-verbal yang sering tidak disadari, seperti pengucilan dan eksklusi, juga penting untuk menciptakan lingkungan sosial yang sehat dan inklusif. 

Dengan mengatasi faktor-faktor seperti rasa terasing, perundungan, dan ketidakadilan sosial, serta menyadari bahwa radikalisasi tidak selalu berkaitan dengan kemiskinan, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih aman dan harmonis. Penanggulangan terorisme membutuhkan kerja sama semua pihak untuk membangun dunia yang inklusif, adil, dan penuh rasa hormat.


*Penulis adalah penggiat literasi dari Republikein StudieClub


Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

KPK Usut Pemberian Rp3 Miliar dari Satori ke Rajiv Nasdem

Selasa, 30 Desember 2025 | 16:08

Rasio Polisi dan Masyarakat Tahun 2025 1:606

Selasa, 30 Desember 2025 | 16:02

Tilang Elektronik Efektif Tekan Pelanggaran dan Pungli Sepanjang 2025

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:58

Pimpinan DPR Bakal Bergantian Ngantor di Aceh Kawal Pemulihan

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:47

Menag dan Menko PMK Soroti Peran Strategis Pendidikan Islam

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:45

Jubir KPK: Tambang Dikelola Swasta Tak Masuk Lingkup Keuangan Negara

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:37

Posko Kesehatan BNI Hadir Mendukung Pemulihan Warga Terdampak Banjir Bandang Aceh

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:32

Berikut Kesimpulan Rakor Pemulihan Pascabencana DPR dan Pemerintah

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:27

SP3 Korupsi IUP Nikel di Konawe Utara Diterbitkan di Era Nawawi Pomolango

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:10

Trump ancam Hamas dan Iran usai Bertemu Netanyahu

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:04

Selengkapnya