Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam tiga bulan pertama perlu dievaluasi, terutama dalam hal tata kelola investasi.
Pakar kebijakan publik dari Universitas Prof. Dr. Hamka (Uhamka) Jakarta, Agung Adiputra menilai hingga saat ini belum ada upaya signifikan untuk memperbaiki sistem tata kelola investasi. Padahal ini menjadi kunci menarik minat investor global.
"Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada triwulan III tahun 2024, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 4,95 persen secara year-on-year (yoy), turun dari 5,05 persen di triwulan sebelumnya. Angka ini juga di bawah proyeksi analis sebesar 5 persen," ungkap Agung kepada
RMOL, Senin, 3 Februari 2025.
Ia menambahkan, konsumsi rumah tangga, yang menyumbang sekitar setengah dari PDB, hanya tumbuh 4,91 persen secara tahunan.
"Ini menunjukkan pertumbuhan yang lesu, terutama karena penurunan pengeluaran untuk barang-barang seperti pakaian dan perumahan," jelasnya.
Agung menyoroti bahwa upaya Presiden Prabowo menarik investasi global melalui kunjungan ke luar negeri tidak akan efektif jika tata kelola investasi di dalam negeri tidak diperbaiki.
"Program seperti makan bergizi yang anggarannya dinaikkan menjadi Rp171 triliun tahun ini memang penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, program ini tidak akan berdampak maksimal jika tidak didukung oleh perbaikan sistem tata kelola investasi. Investor membutuhkan kepastian bahwa lingkungan bisnis di Indonesia stabil dan efisien, bukan sekadar program jangka pendek," tegasnya.
Ia menegaskan, tanpa perbaikan tata kelola investasi, upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui program-program seperti ini akan sulit mencapai hasil yang diharapkan.
"Stabilitas politik dan konsistensi kebijakan adalah faktor utama bagi investor. Mereka perlu yakin bahwa kebijakan pemerintah tidak berubah-ubah dan tidak menimbulkan ketidakpastian. Kebijakan yang kontradiktif atau tidak jelas justru bisa merusak kepercayaan investor," paparnya.
Agung juga menekankan pentingnya reformasi birokrasi untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam proses investasi.
"Tanpa reformasi yang serius, Indonesia akan kalah bersaing dengan negara lain. Faktor seperti birokrasi yang berbelit-belit, ketidakpastian hukum, dan infrastruktur yang belum memadai membuat investor enggan masuk. Belum lagi isu korupsi dan regulasi yang sering berubah, yang semakin mengurangi daya tarik Indonesia," jelasnya.
Lebih lanjut, Agung menyoroti pentingnya jaminan hukum dan kepastian berusaha.
"Investor dalam negeri maupun investor global butuh kepastian bahwa modal mereka aman dan akan memberikan keuntungan. Tanpa perbaikan tata kelola investasi yang komprehensif, termasuk penegakan hukum yang kuat dan transparansi, upaya menarik investasi akan sia-sia," tututrnya.
Ia berharap, pemerintah harus fokus pada perbaikan tata kelola investasi dengan menyederhanakan proses perizinan, meningkatkan infrastruktur, dan menciptakan iklim bisnis yang stabil.
"Tanpa langkah-langkah konkret ini, Indonesia akan terus tertinggal dalam persaingan global," pungkas Agung.