Sekretaris Eksekutif, Bakumsu, Juniaty Aritonang/RMOL
Masyarakat Indonesia patut bersyukur atas proses demokrasi seperti Pemilu 2024 yang berjalan dengan baik. Namun begitu, pesta demokrasi yang digelar pada tahun ini baik untuk pemilihan legislatif dan pemilihan presiden yang digelar pada Februari 2024 maupun pemilihan kepala daerah pada November 2024, masih tetap menyisakan berbagai persoalan yang menguras banyak tenaga dan energi.
Hal ini menjadi catatan yang disampaikan Sekretaris Eksekutif Bakumsu, Juniaty Aritonang saat menyampaikan keterangan pada Refleksi dan Launching Catahu Bakumsu 2024 “ Episode Panjang penegakan hukum dan pelanggaran HAM di Sumatera Utara”, Eskalasi konflik agraria, sumber daya alam, lingkungan dan kekerasan di 2024 di Hotel Grandika, Medan, Jumat, 20 Desember 2024.
“Pemilu berjalan banyak menguras tenaga, baik bagi sipil dan aparat. Artinya meski kita sebut berjalan dengan baik, namun harus kita sampaikan bahwa demokrasi kita tidak baik-baik saja,” katanya.
Bagi Bakumsu, persoalan seputar Pemilu 2024 tidak hanya terfokus pada sisi elektoralnya saja. Namun, lebih dari hal tersebut demokrasi seharusnya dilihat dari substansi yang tercapai dari pelaksanaan demokrasi tersebut.
“Kalu kita berkaca dengan situasi yang terjadi demokrasi sekarang hanya eletoralnya yang berjalan baik, namun substansi dari demokrasi itu tidak tercapai dengan baik,” sebutnya.
Tidak hanya dari sisi substansi yang tidak tercapai, dari sisi ketokohan dari semua calon yang muncul hal ini juga memicu keprihatinan. Sebab, tidak ada satu pun pasangan calon yang dinilainya mampu merefleksikan kebutuhan akan pentingnya menyelesaikan persoalan agraria.
“Mereka memang ada menyebut gugus tugas reformasi agraria. Tapi itu bukan substansinya, yang kita mau adalah bagaimana penyelesaian konflik masyarakat, persoalan SDA yang terjadi di pantai Barat dan pantai Timur yang butuh penyelesaian konflik,” tegasnya.
Pada catatan refleksi akhir tahun ini, Bakumsu memaparkan berbagai catatan penting mereka seputar supremasi hukum dan HAM yang terjadi di Sumatera Utara. Hadir juga Ketua Pusat Kajian HAM, Majda El Muhtaj sebagai pembanding dalam kegiatan tersebut.