KPK dalam acara Road to Hakordia di Mataram/Ist
Korupsi di sektor pelayanan publik masih menjadi tantangan, termasuk di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Hal ini dapat menghambat kualitas pelayanan dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Menjawab persoalan tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) aktif menguak celah korupsi dan mendorong perbaikan tata kelola dengan fokus pada transparansi, akuntabilitas, dan sistem yang bersih. Upaya ini bertujuan menciptakan pelayanan publik yang efisien dan dapat dipercaya.
"Pelayanan publik yang berkualitas dan transparan adalah tameng utama melawan korupsi. Dengan pengawasan dan teknologi yang tepat, kita bisa menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih," ujar Kepala Satuan Tugas (Satgas) Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria, dalam pembukaan Road to Hakordia Expo di Kota Mataram, dikutip Senin, 25 November 2024.
Laporan KPK menunjukkan hingga 22 November 2024, nilai Monitoring Center for Prevention (MCP) Kota Mataram baru mencapai rata-rata 67 poin. Tujuh dari delapan indikator masih dalam kategori merah, menandakan perlunya langkah tegas.
Salah satu fokus pembenahan adalah reformasi rekrutmen Aparatur Sipil Negara (ASN).
Sementara itu, anggota Satgas Korsup Wilayah V KPK, Ben Hardy Saragih menekankan bahwa sistem merit harus diterapkan untuk memastikan hanya pegawai profesional yang terpilih.
"Jangan ada lagi rekrutmen berbasis balas budi, politik, atau kepentingan pribadi. Ini harus dimulai dari hulu," kata Ben dalam kegiatan Sosialisasi Pencegahan Korupsi untuk ASN Kota Mataram, pada Kamis, 21 November 2024.
Menurutnya, sistem merit berbasis kompetensi dan kinerja adalah langkah kunci untuk menghilangkan praktik jual-beli jabatan yang selama ini menggerogoti birokrasi.
Sektor pendidikan dan kesehatan turut menjadi sorotan utama. KPK mengungkap setidaknya ada 47 kategori pungutan Liar (Pungli) yang terjadi di sekolah, mulai dari uang pendaftaran hingga uang les.
"Praktik pungli ini melanggar aturan, termasuk Permendikbud 48/2008, yang menegaskan bahwa pungutan hanya boleh dilakukan secara sukarela dan transparan," terang Ben.
Di sektor kesehatan, masalah serupa ditemukan. Banyak fasilitas kesehatan belum melaporkan penggunaan dana kapitasi BPJS secara akuntabel. Bahkan, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) sering tidak dimanfaatkan sesuai peruntukan.
"Dana ini harus digunakan untuk kebutuhan masyarakat, seperti pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan melalui e-katalog. Tidak boleh ada kongkalikong dalam pengadaan," tegasnya.
Masalah lain yang mencuat adalah banyaknya aset publik, seperti sekolah dan puskesmas, yang belum tersertifikasi. Hal ini menghambat pencairan Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik dari pemerintah pusat.
"Kami dorong inspektorat daerah untuk mempercepat sertifikasi aset dan memastikan pengadaan barang dan jasa dilakukan sesuai aturan. Temuan administratif harus segera diselesaikan tanpa perlu masuk ranah hukum," ujar Ben.
Dengan sinergi antara pemerintah daerah, masyarakat, dan sektor swasta, KPK optimistis reformasi ini akan membawa perubahan nyata.
"Kami ingin menciptakan ASN yang profesional dan berintegritas, yang pada akhirnya akan meningkatkan pelayanan dasar bagi masyarakat Kota Mataram," tutup Ben.