Kepala Taipei Economic and Trade Office (TETO) John C. Chen/Net
Dalam beberapa tahun terakhir, seluruh dunia telah menyaksikan kekeringan terparah, curah hujan yang sangat tinggi, dan angin topan dahsyat yang dipicu oleh perubahan iklim.
Menurut Kepala Taipei Economic and Trade Office (TETO) John C. Chen, diperlukan tindakan global yang mendesak guna mengatasi perubahan iklim dan cuaca ekstrem.
Konferensi Perubahan Iklim PBB (UNFCCC) COP29 sedang diadakan di Baku, Azerbaijan pada 11-22 November 2024.
Chen menyayangkan inisiatif forum tersebut karena tidak melibatkan Taiwan di dalamnya. Taiwan belum dapat berpartisipasi dalam UNFCCC dan Persetujuan Paris serta platform internasional lainnya karena tekanan Tiongkok.
"Tiongkok dengan sengaja mendistorsi Resolusi 2758 Majelis Umum PBB yang disahkan di tahun 1971 untuk menyangkal status yang layak bagi Taiwan, dan dengan sengaja menghubungkan resolusi tersebut dengan “Prinsip Satu Tiongkok” untuk menekan hak sah Taiwan untuk berpartisipasi di PBB dan badan-badan khususnya," paparnya dalam sebuah keterangan tertulis yang diterima redaksi pada Senin, 18 November 2024.
Padahal menurut Chen, saat ini semakin banyak negara yang menyampaikan kritik mereka terhadap interpretasi menyimpang Tiongkok terhadap Resolusi 2758 Majelis Umum PBB.
"Parlemen Uni Eropa dengan tegas menentang dan membantah upaya Tiongkok untuk memutarbalikkan sejarah dan aturan internasional, menekankan bahwa Resolusi 2758 Majelis Umum PBB tidak berhubungan dengan posisi Taiwan," tegasnya.
Chen menekankan bahwa perubahan iklim tidak membedakan siapapun. Oleh karena itu mekanisme seperti UNFCCC dan Persetujuan Paris yang dibentuk sebagai respons terhadap perubahan iklim tidak sepatutnya membedakan Taiwan hanya karena alasan politik.
"Taiwan seharusnya diberikan kesempatan yang sama untuk diikutsertakan dalam mekanisme respons terhadap perubahan iklim seperti UNFCCC dan Persetujuan Paris," kata dia.
Dikatakan Chen, Taiwan secara aktif mengadopsi berbagai tindakan iklim dan merumuskan kebijakan relevan yang memenuhi standar internasional guna menunjukkan tekadnya berpartisipasi dalam tata kelola perubahan iklim global.
Termasuk di antaranya menginisiasi transisi energi kedua, mempercepat pengembangan sumber energi terbarukan seperti panas bumi, hidrogen, biomassa, dan energi laut, serta menerbitkan edisi perdana “Laporan Ilmiah Nasional tentang Perubahan Iklim”.
"Semua strategi tersebut bertujuan membangun landasan ilmiah yang kokoh untuk perumusan kebijakan perubahan iklim Taiwan di masa depan," ungkap Chen.
Sejumlah undang-undang dan peraturan yang berkaitan dengan perubahan iklim juga telah disahkan seperti “UU Tanggapan Perubahan Iklim”, “Peraturan untuk Pengumpulan Biaya Karbon”, “Peraturan untuk Administrasi Rencana Pengurangan Sukarela” dan “Peraturan untuk Target Pengurangan Gas Rumah Kaca untuk Entitas yang Dikenakan Biaya Karbon”.
Chen lebih lanjut menyatakan kesediaan Taiwan bekerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk merumuskan strategi khusus dalam menanggapi krisis iklim serta mengatasi ancaman dan dampak dari iklim ekstrem terhadap kehidupan dan harta benda dari masyarakat kedua negara.
"Taiwan dapat memberikan dukungan kuat bagi tata kelola iklim di Indonesia dan negara-negara lain di seluruh dunia. Selain ingin berpartisipasi, Taiwan memiliki kemampuan dan tanggung jawab untuk berkontribusi dalam respons global terhadap perubahan iklim," pungkasnya.