Peneliti Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), Dian Permata, dalam jumpa pers di Kantor Bawaslu RI, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat, 15 November 2024/RMOL
Formulir (form) C Hasil yang akan memuat jumlah suara yang didapat pasangan calon pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2024, ditemukan melanggar UU 10/2016 tentang Pilkada.
Peneliti Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), Dian Permata mengungkapkan hasil temuannya tersebut, dalam jumpa pers di Kantor Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat, 15 November 2024.
Dia menjelaskan, berdasarkan pemantauannya di sejumlah daerah, didapati dokumen Form C Hasil yang telah dicetak dan diterima petugas Komisi Pemilihan Umum (KPU), memuat kesalahan-kesalahan karena tidak sesuai UU Pilkada.
Diungkap Dian, kesalahan tersebut adalah terkait penggunaan terminologi pemilih dalam formulir yang merupakan dokumen Berita Acara Hasil Penghitungan Suara pada Pilkada serentak 2024.
"KPU tidak konsisten dalam menggunakan istilah DPT (daftar pemilih tetap), DPTb (daftar pemilih tambahan), DPK (daftar pemilih khusus). Ini mengangkangi UU," ujar Dian memaparkan.
Istilah DPK, lanjut Dian, tidak dikenal dalam pelaksanaan Pilkada. Karena hal itu hanya terdapat pada pemilihan umum (pemilu) yang di dalamnya melaksanakan 5 jenis pemilihan. Yaitu pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) serta pemilihan legislatif (pileg) DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
"Di rezim pemilu memang ada tiga jenis klaster (pemilih yang didata KPU), yaitu pemilih DPT, DPTb, dan DPK. Sedangkan di Pilkada itu pemilih DPT, DPTb, dan (pemilih) pindahan," bebernya.
Hanya saja dalam Form C Hasil yang ditemukan Dian, contohnya di Banten, menjadi bermasalah karena memuat istilah jenis pemilih Pilkada 2024 yang salah.
Di mana, istilah daftar pemilih khusus atau DPK masuk ke dalam Form C Hasil, padahal seharusnya daftar pemilih pindahan (DPP).
Sementara, daftar pemilih pindahan dalam Form C Hasil yang tercetak disingkat DPTb, dan daftar pemilih tambahan disingkat DPK.
Fatalnya, menurut Dian, istilah DPK yang sudah tercetak di dalam Form C Hasil, ikut masuk atau termuat di dalam Peraturan KPU (PKPU) terkait penyusunan data pemilih dan juga penghitungan dan pemungutan suara (tungsura) termasuk rekapitulasi Pilkada 2024.
"Nah problematika yang begini kan, pemilih khusus itu ternyata dibawa, diseret, di PKPU terakhir. Nah kan teman-teman tadi sudah lihat dari rangkaian PKPU DPT, logistik, tungsura, rekap, itu kan satu tarikan napas. Kalau satu salah, maka akan terganggu semua," tuturnya.
"Artinya dari sini adalah kita melihat bahwa KPU membuat norma sendiri terhadap yang harusnya mereplikasi dari Undang-undang Pilkada," sambung Dian.
Oleh karena itu, SPD mendorong agar Form C Hasil yang akan digunakan di ratusan ribu tempat pemungutan suara (TPS) pada Pilkada 2024, segera diperbaiki. Sehingga tidak terjadi kebingungan di Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), dalam menghitung hasil perolehan suara pasangan calon kepala daerah.
"Nah solusinya apa? Mau tidak mau, karena ada kesalahan cetak maka KPU harus bikin (baru) Form C Hasil se-Indonesia. Karena dikhawatirkan tingkat pemahaman para penyelenggara pemilu di level bawah itu tidak sama," demikian Dian.