Ilustrasi/Foto: sdm.go.id
Pemerintah terus mendorong pemanfaatan bioenergi khususnya dengan biodiesel sebagai campuran dalam bahan bakar minyak (BBM).
Langkah strategis ini sebagai upaya memperkuat ketahanan energi nasional.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia mengatakan, program mandatori Biodiesel B35, yang mewajibkan pencampuran 35 persen biodiesel dalam solar, menjadi tonggak penting dalam transisi energi di Indonesia.
Menurutnya, melalui program ini, Indonesia tidak hanya mengurangi ketergantungan pada impor BBM, tetapi juga memberikan nilai tambah bagi sektor pertanian dan perekonomian rakyat.
“Ke depan, Pemerintah akan mendorong untuk memanfaatkan B50 dan B60, mengingat ketersediaan pasokan kelapa sawit sebagai bahan bakunya di Indonesia cukup melimpah,” kata Bahlil.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi mengungkapkan bahwa realisasi pemanfaatan biodiesel dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan tren kenaikan.
"Tren kenaikan tersebut menunjukkan komitmen dan keseriusan pemerintah dalam mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil dan meningkatkan ketahanan energi dengan memanfaatkan biodiesel, yang rasio campurannya juga terus akan ditingkatkan, yang sekarang sudah B35, akan ditingkatkan menjadi B40, kemudian B50 hingga B60," tandas Agus di Jakarta, baru-baru ini.,
Berdasarkan data Kementerian ESDM, pada tahun 2021 realisasi biodiesel mencapai 9,3 juta KL dan pada tahun 2022 realisasi biodiesel mencapai 10,45 juta KL. Sementara tahun 2023 meningkat menjadi 12,2 juta KL dengan mandatori B35 yang dimulai Agustus 2023.
Adapun manfaat ekonomi dari realisasi biodiesel pada tahun 2023 tersebut, terjadi penghematan devisa negara sebesar Rp120,54 triliun, peningkatan nilai tambah CPO menjadi biodiesel sebesar Rp15,82 triliun, serta penyerapan tenaga kerja lebih dari 11.000 orang (off-farm) dan 1,5 juta orang.