Pabrik tekstil PT Sritex/Dok.Sritex.co.id
Manajemen PT Sri Rejeki Isman Tbk atau dikenal sebagai Sritex mengajukan kasasi terkait putusan pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang, Jawa Tengah.
Pengajuan kasasi tersebut dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan kepada para kreditur, pelanggan, karyawan dan pemasok.
"Kami menghormati putusan hukum tersebut, dan merespons cepat dengan melakukan konsolidasi internal dan konsolidasi dengan para stakeholder terkait," tulis Manajemen Sritex dalam pernyataan resminya di Jakarta, Jumat 25 Oktober 2024.
Disampaikan Manajemen, kasasi tersebut sudah diajukan ke Mahkamah Agung (MA) per hari ini, dengan harapan bisa menyelesaikan persoalan pailit dengan baik dan memastikan terpenuhinya kepentingan para pemangku kepentingan.
GM HRD Sritex Group Haryo Ngadiyono menyatakan belum akan melakukan PHK usai adanya putusan pailit tersebut.
SRIL terdiri dari PT Sritex yang ada di Sukoharjo, PT Primayudha Mandirijaya di Boyolali, serta PT Sinar Pantja Djaja dan PT Bitratex Industries di Semarang. Meski putusan Pengadilan Niaga menyatakan SRIL pailit, namun operasional perusahaan masih berjalan hingga hari ini.
"Hari ini sudah melayangkan kasasi ke Mahkamah Agung. Tentu kita menjelaskan kondisi masih berjalan normal, karyawan yang masih aktif bekerja sekian puluh ribu, kalau tiba-tiba ini harus pailit dan tutup, sekira puluh ribu karyawan ini kalau beserta keluarga mungkin mencapai ratusan ribu orang yang bernaung pada perusahaan Sritex ini," ungkap Haryo, di Menara Wijaya Setda Sukoharjo, Jumat.
Sritex selama 58 tahun telah menjadi bagian dari industri tekstil Indonesia. Sebagai perusahaan terbesar di Asia Tenggara, Manajemen Sritex menyatakan telah berkontribusi besar bagi tanah air.
Sritex memproduksi berbagai jenis pakaian militer dari berbagai negara. Masa kejayaan Sritex mulai di 1994 saat menjadi produsen seragam militer untuk NATO dan Tentara Jerman.
Bahkan Sritex selamat dari Krisis Moneter di tahun 1998 dan berhasil melipatgandakan pertumbuhannya sampai 8 kali lipat dibanding waktu pertama kali terintegrasi pada tahun 1992
Namun, pada akhirnya Sritex mengalami permasalahan keuangan yang akut. Di mana perusahaan mencatatkan kenaikan utang dan defisit modal yang kian membengkak senilai Rp23 triliun.
Pengadilan Niaga Semarang memutus pailit PT Sri Rejeki Isman (Sritex) pada 21 Oktober 2024 setelah mengabulkan permohonan salah satu kreditor perusahaan tekstil tersebut.
Putusan pailit itu tertuang dalam putusan PN Semarang atas perkara nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.
Salah satu debitur PT Sritex, yakni PT Indo Bharat Rayon, mengajukan permohonan pembatalan perjanjian perdamaian atas kesepakatan penundaan kewajiban pembayaran utang pada 2022.
Sritex mengatakan dari putusan pailit ini tak hanya memberikan dampak langsung bagi 14.112 karyawan, melainkan mencakup 50.000 pekerja Sritex secara keseluruhan, serta UMKM yang mendukung proses bisnis perusahaan tersebut.
"Sritex membutuhkan dukungan dari pemerintah dan stakeholder lain, agar dapat terus berkontribusi bagi kemajuan industri tekstil Indonesia di masa depan," tulis manajemen Sritex.