Jaksa Agung ST Burhanuddin/Ist
Kontroversi gelar doktor Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dinilai mirip dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin yang dilaporkan Indonesian Audit Watch (IAW) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan 7 lembaga lainnya.
Sekretaris Pendiri IAW Iskandar Sitorus mengatakan, sejak medio 2021, riwayat pendidikan Burhanuddin sudah sempat dipersoalkan karena datanya yang berubah-ubah.
Ketika itu, muncul perbedaan gelar S1 dan S2 Burhanuddin yang dibandingkan antara yang tertulis dalam buku pidato pengukuhan profesornya dan daftar riwayat hidupnya yang dipublikasikan situs resmi Kejaksaan Agung.
"Itu terjadi sejak Burhanuddin menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Perdata dan TUN pada 2012," kata Iskandar melalui siaran persnya, Minggu, 20 Oktober 2024.
Pada buku pengukuhan profesornya, Burhanuddin disebut lulusan sarjana hukum dari Universitas 17 Agustus 1945, Semarang, Jawa Tengah tahun 1983. Sementara di situs resmi Kejaksaan Agung, Burhanuddin disebut lulusan sarjana hukum Universitas Diponegoro tahun 1980.
Untuk pendidikan pasca-sarjananya, di situs resmi Kejaksaan Agung, Burhanuddin menyebut lulusan magister manajemen dari Universitas Indonesia (UI) tahun 2001.
Sementara di buku pengukuhan profesornya, Burhanuddin disebut lulus dari Sekolah Tinggi Manajemen Labora di DKI Jakarta tahun 2001.
“Perbedaan data-data inilah yang kami laporkan. Soal data riwayat pendidikannya itu, kami berharap Ombudsman RI menelurinya dengan serius dugaan maladministrasi dalam hal penerbitan ijazah Burhanuddin," kata Iskandar.
Iskandar mengatakan, hal ini persoalan serius karena menyangkut nama baik akademik yang sekarang ini bisa dibuat seenaknya oleh pejabat penyelenggara negara.
Iskandar mengaku pihaknya menelusuri lebih jauh riwayat pendidikan S3 Burhanuddin yang mengaku lulusan Universitas Satyagama di Jakarta.
Kata Iskandar, dulu rekam jejak S3-nya itu termuat dalam laman (PDDikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Di situ Burhanuddin tertulis sebagai dosen yang mengajar untuk program studi Ilmu Hukum Universitas Satyagama.
“Di dalam situs itu pula, Burhanuddin ditulis S3 atau doktor ilmu ekonomi. Jadi, agak mengherankan juga doktor di bidang ekonomi tetapi justru disebut mengampu mata kuliah soal hukum. Burhanuddin tertulis sebagai dosen aktif di situ,” tambah Iskandar.
Akan tetapi, lanjut Iskandar, pihaknya mencoba lagi menelusuri rekam jejak Burhanuddin itu di laman PDDikti untuk saat ini.
Hasilnya, nama Burhanuddin seperti hilang ditelan bumi. Tidak ada sama sekali rekam jejaknya mulai dari gelar S1 hingga S3.
“Bahkan kami mencoba memasukkan nomor induk dosen yang dulu tertera di laman PDDikti itu, hasilnya sama, nggak ada nama Burhanuddin sama sekali," kata Iskandar.
"Ini ada apa? Mengapa kita tidak lagi peduli dunia akademik yang dibuat kacau balau begitu. Akan jadi seperti apa sektor pendidikan kita jika semua hal bisa diatur sesuai kepentingan kekuasaan?” tanya Iskandar.
Berdasarkan itu, kata Iskandar, pihaknya mendorong pihak-pihak yang berwenang untuk menginvestigasi kebenaran latar belakang pendidikan Burhanuddin mulai dari S1 hingga S3 yang masih sangat misterius hingga saat ini.
“Saya kira ini penting, bukan hanya semata-mata soal pejabatnya tapi ini demi dunia akademik atau pendidikan kita yang sudah sangat tercoreng dan tidak maju-maju hingga saat ini,” kata Iskandar.
Sebelumnya, IAW resmi laporkan Jaksa Agung Burhanuddin ke KPK atas dugaan tindak pidana pengakuan dan atau penggunaan beberapa dokumen berupa ijazah, identitas kependudukan dan aset-aset yang terpublikasi guna mendukung gaya hidup mewahnya.
Semua peristiwa ini terjadi ketika Burhanuddin menjadi pegawai negeri sipil/penyelenggara negara.
Selain ke KPK, IAW juga melaporkan Burhanuddin ketujuh lembaga lainnya, termasuk Ombudsman RI terkait dugaan maladministrasi ijazah S1-S3 Burhanuddin yang diduga tidak jelas hingga saat ini.