Berita

Wakil Menteri Luar Negeri RI, Pahala Mansury di acara Jakarta Geopolitical Forum (JGF) ke-8 pada Rabu, 25 September 2024/Repro

Dunia

Wamenlu RI Soroti Kejahatan Maritim Transnasional di Laut China Selatan

RABU, 25 SEPTEMBER 2024 | 15:09 WIB | LAPORAN: HANI FATUNNISA

Laut China Selatan telah lama menjadi salah satu isu maritim yang paling menonjol dan kental dengan persaingan geopolitik antara kekuatan-kekuatan besar.

Hal tersebut disoroti Wakil Menteri Luar Negeri RI, Pahala Mansury saat memberikan sambutan di acara Jakarta Geopolitical Forum (JGF) ke-8 bertajuk "Addressing Geo-Maritime Resilience Challenges in The Indo-Pacific" yang digelar Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia (Kemenko Marves) di Jakarta pada Rabu (25/9).

Menurut Pahala, Laut Cina Selatan menyimpan banyak potensi dan makna penting. Lokasinya yang strategis menjadikannya salah satu jalur perairan terpenting di dunia, menampung sepertiga dari lalu lintas maritim global menghubungkan ekonomi di Asia, dengan Eropa, Afrika, dan Amerika.

"Laut Cina Selatan juga kaya akan keanekaragaman hayati, sekitar 6500 spesies laut, termasuk 22 persen spesies ikan dunia dan sepertiga spesies karang global, jika dikelola dengan baik, Laut Cina Selatan akan membawa kemakmuran dan pembangunan berkelanjutan bagi negara-negara di sekitarnya," ungkap Pagala.

Kendati demikian, lanjut Pahala, Laut Cina Selatan dihadapkan pada sejumlah tantangan. Mulai dari klaim tumpang tindih terhadap lautan tersebut hingga kejahatan maritim yang semakin merajalela.

Cina, Brunei, Filipina, Vietnam, Malaysia, semuanya memiliki klaim atas lautan tersebut. Menurut Pahala, sengketa tersebut menyebabkan banyak insiden di Laut Cina Selatan, termasuk bentrokan antar kapal penjaga pantai bulan lalu.

Situasinya semakin mengkhawatirkan dengan tuduhan AS bahwa China tengah meningkatkan pembangunan militer guna memperkuat klaimnya di Laut China Selatan.

"Situasi geopolitik saat ini hanya dapat memperburuk ketegangan yang sudah tinggi ini di wilayah tersebut," ujarnya.

Kemudian terkait kejahatan maritim transnasional, Pahala merujuk pada banyaknya laporan kasus mengenai penangkapan ikan ilegal, perdagangan manusia, eksploitasi, penyelundupan narkoba dan manusia, serta migrasi ilegal di Laut China Selatan.

Pembajakan juga merupakan masalah besar, dengan sekitar setengah dari insiden yang dilaporkan di dunia terjadi di Laut Cina Selatan sejak tahun 90-an.

"Masalah-masalah ini harus ditangani, dan ini memerlukan upaya kolektif dari negara-negara di kawasan tersebut," tegas Pahala.

Ada pula degradasi lingkungan dan perubahan iklim, di mana lebih dari 50 persen kapal penangkap ikan di dunia beroperasi di Laut Cina Selatan, yang menyebabkan stok ikan berkurang drastis.

"Total stok ikan telah berkurang 70 hingga 95 persen sejak tahun 50-an, dan tingkat tangkapan telah turun sekitar 65 persen hingga 75 persen dalam 20 tahun terakhir," paparnya.

Pahala menyebut eksplorasi dan pengeboran minyak dan gas di wilayah tersebut juga telah menyebabkan kerusakan pada ikan dan mamalia laut.

Dampak perubahan iklim, termasuk pemanasan suhu air dan pola cuaca ekstrem ikut mempengaruhi terumbu karang dan spesies lain di Laut Cina Selatan.

Menurut Pahala, jika masalah di Laut China terus dibiarkan maka kerugian ekonomi sekitar 10-22 persen bagi negara-negara di kawasan tersebut tidak terelakkan.

Oleh sebab itu dia mendorong agar seluruh negara bersatu memperkuat arsitektur inklusif regional dalam menangani krisis Laut China Selatan.

"Kita harus melawan ini dengan memperkuat dan memastikan sentralitas ASEAN sebagai arsitektur regional yang inklusif. Dengan penekanan pada komunikasi, konsultasi dan rasa saling percaya, dapat memainkan peran penting untuk mengurangi potensi konflik di kawasan tersebut," pungkasnya.

Populer

Demo di KPK, GMNI: Tangkap dan Adili Keluarga Mulyono

Jumat, 20 September 2024 | 16:22

Mantan Menpora Hayono Isman Teriak Tanah Keluarganya Diserobot

Jumat, 20 September 2024 | 07:04

KPK Ngawur Sebut Tiket Jet Pribadi Kaesang Rp90 Juta

Rabu, 18 September 2024 | 14:21

Kaesang Kucing-kucingan Pulang ke Indonesia Naik Singapore Airlines

Rabu, 18 September 2024 | 16:24

Fufufafa Diduga Hina Nabi Muhammad, Pegiat Medsos: Orang Ini Pikirannya Kosong

Rabu, 18 September 2024 | 14:02

Kaesang Bukan Nebeng Private Jet Gang Ye, Tapi Pinjam

Rabu, 18 September 2024 | 03:13

Makin Ketahuan, Nomor Ponsel Fufufafa Dicantumkan Gibran pada Berkas Pilkada Solo

Senin, 23 September 2024 | 09:10

UPDATE

Rusia, China dan Iran Dituding Gunakan AI untuk Ganggu Pilpres AS

Jumat, 27 September 2024 | 09:54

Kejar Keuntungan, Toko Daring Kompak Naikkan Biaya Komisi

Jumat, 27 September 2024 | 09:41

Cuma Bangun Gedung, Jokowi Belum Pindahkan Ibu Kota ke IKN

Jumat, 27 September 2024 | 09:28

Karpet Persia, Eksotik dan Banyak Dikoleksi sebagai Investasi

Jumat, 27 September 2024 | 09:27

Satgas Impor Ilegal Bukan Penyelesaian, hanya Shock Therapy Saja

Jumat, 27 September 2024 | 09:14

Diduga Tidak Netral di PK Mardani Maming, KY Perlu Periksa Hakim Ansori

Jumat, 27 September 2024 | 09:09

Jelang Akhir Pekan Emas Antam Stagnan, Termurah Masih Dibanderol Rp780.500

Jumat, 27 September 2024 | 09:03

Zulhas: Rencana Pemindahan Pelabuhan Barang Impor Diputuskan Prabowo

Jumat, 27 September 2024 | 08:52

Komitmen Prabowo Lanjutkan Pondasi Ekonomi Jokowi, Beri Kepastian bagi Investor

Jumat, 27 September 2024 | 08:47

Prabowo-Gibran Bakal Tarik Utang Baru Rp775 Triliun di Awal Menjabat, Buat Apa?

Jumat, 27 September 2024 | 08:35

Selengkapnya