Forum legislasi bertajuk "Menilik Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan dan Dampaknya Terhadap Industri Tembakau", di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/8)/Ist
Industri Hasil Tembakau (IHT) sudah menjadi identitas nasional. Terlebih, di tengah tidak adanya sektor industri baru yang tumbuh.
Padahal, kata Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Willy Aditya, saat ini banyak negara justru sedang membentuk national identity, baik melalui suaka hingga konservasi.
"Tetapi Kalau kita bicara tembakau ini soal hulu ke hilir, merupakan paket yang komplet, ada petani, ada retail, ada industri, ada ekosistem," kata Willy dalam forum legislasi bertajuk "Menilik Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan dan Dampaknya Terhadap Industri Tembakau", di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/8).
Diskusi itu membahas polemik mengenai Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik sebagai pelaksanaan amanat Peraturan Pemerintah 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 17/2023 tentang Kesehatan. RPMK tersebut memuat usulan ketentuan soal kemasan rokok polos tanpa merek.
Willy berpandangan, era ini merupakan zaman partisipatoris dan kolaboratif. Di mana seharusnya ketika membuat suatu kebijakan harus terbuka, dilakukan secara bersama-sama, dan harus menghasilkan triple win solution.
"Tidak hanya satu pihak yang dimenangkan, tidak hanya dua belah pihak yang dimenangkan, tetapi pihak pertama, kedua dan pihak ketiga secara strategis lingkungan yang harus dimenangkan juga," tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi mengingatkan Menteri Kesehatan untuk mempertimbangkan dampak sosial dari RPMK tersebut.
"Jangan sampai, kalau RPMK ini tidak dikoreksi atau dievaluasi, maka selain akan menyebabkan kegaduhan di dalam negeri, ini tentu juga akan berpotensi sekitar 6 juta pekerja tereduksi dan menambah rentetan jumlah PHK," ucapnya.
Sementara Anggota Komisi IX DPR RI Yahya Zaini menegaskan, persoalan IHT tidak bicara mengenai industri besar, tetapi mengenai petani tembakau, buruh pabrik, tukang asongan, hingga pedagang kaki lima yang menggantungkan pendapatannya di IHT.
Yahya berpandangan ada beberapa opsi yang harus dilakukan untuk meminimalisir sikap pemerintah terhadap IHT sebelum Permenkes diterbitkan.
Dia menekankan pentingnya membangun opini publik, supaya terjadi perimbangan opini di masyarakat terhadap IHT baik dari sisi ekonomi, perkebunan, hingga cukainya.
"Saya menolak RPMK, jika isinya akan mematikan industri hasil tembakau dan menyengsarakan nasib jutaan pekerja dan petani tembakau yang hidupnya semakin berat," tandasnya.