Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati/Net
RMOL. Modal yang dibutuhkan untuk berinvestasi di energi yang berkelanjutan sangat besar.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memperkirakan, pembiayaan untuk transisi energi bisa mencapai 281 miliar dolar AS.
Target tersebut tidak bisa hanya mengandalkan pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sehingga, menurut Menkeu, diperlukan berbagai instrumen fiskal yang variatif hingga kerja sama lintas sektor.
"Jumlah ini (biaya transisi energi) sekitar 1,1 kali total anggaran Indonesia. Jadi, tentu saja, anggaran tidak bisa menjadi satu-satunya sumber (pembiayaan)," papar Menkeu, dalam sesi tematik Indonesia International Sustainibility Forum (ISF) 2024 di Jakarta, dikutip Sabtu (7/9).
Menkeu mengaku, Pemerintah terus berupaya untuk menggunakan berbagai instrumen fiskal, seperti insentif pajak dan pengecualian bea masuk guna mendorong peran sektor swasta dalam mendukung transisi energi.
"Kami terus berupaya tidak hanya dalam hal alokasi anggaran, tetapi juga menggunakan instrumen fiskal kami, seperti tax allowance, tax holiday, import duty exemption," tambahnya.
Pemerintah juga menciptakan berbagai instrumen keuangan, seperti penerbitan sukuk hijau serta obligasi biru untuk mendanai proyek-proyek pemerintah yang bertujuan menurunkan emisi karbon. Sejak 2018 hingga 2023, Indonesia mencatat telah menerbitkan sukuk senilai 7,07 miliar Dolar AS.
Menkeu kemudian menekankan pentingnya mekanisme pasar berbasis pembiayaan iklim melalui penetapan harga karbon.
Mekanisme ini termasuk perdagangan emisi dan mekanisme non-perdagangan, seperti pajak karbon, dan pembayaran berbasis hasil.