Berita

Pilkada Serentak 2024/Ist

Publika

Pilkada Mengajarkan Koalisi Permanen Berjenjang Muskil

OLEH: AHMAD NURI*
JUMAT, 30 AGUSTUS 2024 | 13:28 WIB

PILKADA Serentak 2024 sudah di depan mata. Sebagai konsekuensinya maka sudut jalanan serta pepohonan akan dihiasi kembali oleh deretan gambar para kandidat. 

Konsekuensi positif yakni terserapnya lapangan kerja sementara bagi para petugas pemilu di level kecamatan yang berada dibawah koordinasi KPU maupun Bawaslu. 

Selain itu, masyarakat umum, khususnya yang secara kebetulan tidak memiliki profesi tetap juga akan mengemban setumpuk amanah musiman.

Misalnya menjadi tim sukses dalam rangka mengajak serta mensosialisasikan visi serta keunggulan paslon masing-masing, hingga tugas teknis berkenaan pemasangan dan penyebaran berbagai atribut seperti kaos dengan foto pasangan calon maupun atribut lain semacam  stiker, spanduk, baliho, dan pamflet berbagai ukuran.
 
Hampir dipastikan semua pihak dari berbagai level akan mengalami kesibukan luar biasa. Interaksi tidak lagi menjadi simbolik bila semakin banyak pihak ambil bagian atau terpanggil untuk terlibat langsung dalam pilkada.
 
Fakta Pilkada


Pilkada pada dasarnya adalah mekanisme politik untuk melahirkan calon pemimpin daerah. Dalam tataran pelaksanaan, mekanisme politik itu bisa menghadirkan dua peristiwa sekaligus. Yakni peristiwa politik dan peristiwa sosial dengan batas yang samar.

Pilkada bukanlah instrumen untuk menciptakan raja-raja kecil. Melainkan instrumen untuk melahirkan para pemimpin yang menjadi sub ordinat atau kepanjangan tangan kepemimpinan nasional. 

Dikatakan kepanjangan tangan karena Indonesia merupakan negara kesatuan. Cita-cita daerah haruslah menjadi bagian integral cita-cita nasional. 

Sedangkan adanya representasi wajah daerah yang beragam mencerminkan bahwa pilkada memang memiliki  keunikan baik dalam latar nuansa maupun dalam tataran isu yang membedakannya dengan hajat besar lain seperti pilpres.
 
Memori kolektif masing-masing daerah tentang pilkada juga berbeda-beda. Masyarakat Jakarta akan tertuju pada politik identitas sebagai suatu narasi politik kontemporer yang sempat mendidihkan suhu politik ibu kota. 

Lain dengan Jakarta, daerah-daerah seperti Banten dan beberapa daerah lain di pulau Jawa misalnya akan memanggungkan  soal dinasti politik sebagai narasi inti.  

Sementara itu, nuansa kekeluargaan serta keakraban biasanya akan lebih kental terasa dalam pilkada. 

Hal itu terjadi karena biasanya calon kepala daerah merupakan produk lokal yang namanya sering didengar, wajahnya sering dilihat (secara langsung) dan bahkan tidak sedikit diantaranya memiliki keterkaitan sebagai sahabat atau terikat hubungan keluarga. 

Belum lagi bila kita melihat fakta peta politik didaerah yang semrawut luar biasa dimana satu keluarga bisa tergabung dengan dua atau bahkan tiga partai berbeda (anak partai A, ibu partai B, ayah partai C, besan partai D). 

Fenomena semacam ini menjadi salah satu di antara sekian alasan yang membuat peta koalisi nasional sangat sulit diseragamkan dengan peta koalisi di daerah. 

Nasib Koalisi Berjenjang

Bila koalisi berjenjang saja sulit diwujudkan, maka koalisi permanen yang terbangun diatas fondasi ideologi dan kesatuan visi juga sudah pasti sulit diwujudkan. 

Ketiadaan relasi berjenjang yang terbangun antar parpol di Indonesia menyebabkan dinamika politik kerap menghadirkan hal-hal tak terduga. 

Dampak buruknya ialah proses politik tersandera oleh kepentingan sempit pragmatis atau bahkan kepentingan bersifat privat. 

Di lain pihak, formasi politik semacam ini menjadi semacam tanda bahwa Indonesia memang memiliki keunikan yang tidak hanya terlihat dalam aspek budaya, melainkan juga merembet dalam ranah politik. 

Terlepas dari motifnya, Koalisi Indonesia Maju (KIM) kelihatannya sudah berupaya sekuat tenaga untuk mewujudkan adanya suatu koalisi berjenjang diseluruh wilayah namun semua itu terbukti sulit untuk dicapai.
    
Mungkin suatu hari nanti Indonesia memerlukan adanya satu konsensus menyeluruh antar parpol agar basis kerjasama yang dibangun berdiri diatas kesamaan visi serta komitmen jangka panjang yang dapat dimulai dari penataan kelembagaan. 

Tujuannya agar Indonesia secara keseluruhan memiliki semacam panduan, sekurang-kurangnya untuk mengiventarisir sasaran pembangunan minimum di masa depan. 

Tetapi sekali lagi upaya itu harus terlebih dahulu dihadapkan pada fakta heterogintas sosial dan wajah politik kita yang cenderung semi-liberal sehingga mengupayakan penyatuan koalisi kohesif tidak sangat muskil untuk diwujudkan.

*Penulis adalah Wakil Ketua PP GP Ansor

Populer

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

Jokowi Kena Karma Mengolok-olok SBY-Hambalang

Jumat, 07 Februari 2025 | 16:45

Pengamat: Bahlil Sengaja Bikin Skenario agar Rakyat Benci Prabowo

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:20

Alfiansyah Komeng Harus Dipecat

Jumat, 07 Februari 2025 | 18:05

UPDATE

Dirjen Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata Punya Harta Rp38 Miliar

Sabtu, 08 Februari 2025 | 11:26

Harga Minyak Melonjak, Sanksi AS ke Iran Picu Gejolak Pasar Global

Sabtu, 08 Februari 2025 | 11:01

Ditetapkan Jadi Tersangka, Ini Peran Dirjen Kemenkeu Isa di Kasus Korupsi Jiwasraya

Sabtu, 08 Februari 2025 | 10:44

Hujan Deras Sabtu Dini Hari, 16 RT dan 4 Ruas Jalan di Jakbar Terendam Banjir

Sabtu, 08 Februari 2025 | 10:20

Harga Emas Antam Dibanderol Rp1,66 Juta per Gram Hari Ini

Sabtu, 08 Februari 2025 | 10:11

Rocky Gerung: Bahlil Bersalah Membuat Dua Orang Meninggal Dunia

Sabtu, 08 Februari 2025 | 09:51

PHK Massal Dimulai Senin, Ribuan Karyawan Meta Bakal Terima Paket Pesangon

Sabtu, 08 Februari 2025 | 09:38

Partai Golkar Hari Ini Gelar Rakernas, Dibuka Bahlil

Sabtu, 08 Februari 2025 | 09:36

Permintaan Aset Safe-Haven Meningkat, Harga Emas Terdongkrak

Sabtu, 08 Februari 2025 | 09:28

Bahlil Kalkulasi Subsidi LPG 3 Kg Tak Tepat Sasaran hingga Rp 26 Triliun

Sabtu, 08 Februari 2025 | 09:17

Selengkapnya