Berita

Mantan Sekretaris Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Said Didu, saat berorasi di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (22/8)/RMOL

Politik

Said Didu:

Saatnya Kita Turunkan Raja Jawa!

KAMIS, 22 AGUSTUS 2024 | 15:59 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Istilah "Raja Jawa" turut mengemuka dalam aksi demonstrasi di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (22/8).

Istilah tersebut dipakai mantan Sekretaris Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Said Didu, menyinggung Jokowi yang memanfaatkan hukum untuk kepentingan keluarganya.

Mulanya, Said Didu merasa kesal karena Jokowi dua kali berupaya mempolitisasi MK untuk meloloskan putra-putranya dalam kontestasi pemilihan. 

Pertama, upaya Jokowi meloloskan Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres 2024, lewat Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, yang mengubah norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu mengatur syarat batas usia calon presiden dan calon wakil presiden.

Saat putusan tersebut keluar, ipar Jokowi, Anwar Usman masih menjabat sebagai Ketua MK. Namun, setelah disidangkan Majelis Kehormatan MK (MKMK), Anwar Usman terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim MK, karena membuka ruang intervensi pihak luar dalam memutus perkara nomor 90 tersebut.

Sementara, untuk putra bungsunya, Kaesang Pangarep, Jokowi disinyalir mempolitisasi MK dengan mengintervensi partai-partai di parlemen agar secara kilat merevisi UU 10/2016 tentang Pilkada, supaya rencana memajukan Kaesang di Pilgub Jawa Tengah bisa berhasil.

Sebab, jika mengikuti Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang  dibacakan Rabu kemarin (21/8), Kaesang tidak bisa maju sebagai calon Gubernur Jateng, mengingat usianya belum genap 30 tahun pada saat pendaftaran calon pada 27 hingga 29 Agustus 2024. Putra bungsu Jokowi itu baru genap 30 tahun pada 25 Desember 2024. 

Oleh karena itu, Said Didu geram ketika mendengar DPR akhirnya mengabaikan putusan MK terkait aturan penghitungan batas minimum usia calon kepala daerah. Justru, DPR malah mengikuti putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyuruh KPU untuk membuat aturan teknis penghitungan syarat minimum usia calon kepala daerah didasarkan pada hari pelantikan calon terpilih.

"Kita sudah dua kali ribut di gedung ini hanya untuk mengurus anak dari satu keluarga dari Solo. Pada saat Pilpres kemarin (2024), kita persoalkan terkait dengan umur calon wakil presiden anak dari Presiden Jokowi (Gibran)," ujar Said Didu kesal. 

"Hari ini, kita persoalkan lagi anak ketiga beliau, anak bungsu beliau (Kaesang) tentang umur calon gubernur. Apakah kita harus menunggu cucunya untuk kita persoalkan lagi?" sambungnya geram.

Oleh karena itu, dia menyerukan kepada massa aksi untuk menumbangkan rezim yang sudah mempolitisasi hukum untuk kepentingan keluarganya.

"Sekarang kita saatnya menurunkan Raja Jawa," seru Said Didu disambut kata "Lawan!" oleh massa aksi.

Istilah Raja Jawa, terang Said Didu, sengaja dipakainya karena Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) yang baru, Bahlil Lahadalia, sengaja memakainya untuk mendefinisikan kekuasaan Jokowi. 

"Raja Jawa menurut pengertian Bahlil Lahadalia (adalah Jokowi)," jelasnya.

Lebih lanjut, Said Didu memandang Jokowi harus ditumbangkan sekarang juga, supaya hak-hak konstitusional masyarakat Indonesia dalam menentukan pilihan politik dalam pemilu maupun pilkada, tidak tercerabut.

"Hari ini kita mulai dan tidak akan kembali sebelum kedaulatan rakyat kita ambil kembali dari para cecunguk-cecunguk yang dimanfaatkan sebagai penyembah penikmat kekuasaan kekuatan dari Solo. Itu yang harus kita lakukan," ucapnya.

"Karena negara ini kita selamatkan bukan milik Jawa, bukan milik Sulawesi, bukan milik siapa. Hari ini kita berkumpul di depan Gedung Mahkamah Konstitusi untuk mengakhiri terpenjaranya, terambilnya konstitusi, untuk dimanfaatkan oleh satu keluarga dari Solo. Bersedia? Kita rebut kembali," tandas Said Didu menyerukan.

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Melalui Rembug Ngopeni Ngelakoni, Luthfi-Yasin Siap Bangun Jateng

Minggu, 02 Februari 2025 | 05:21

PCNU Bandar Lampung Didorong Jadi Panutan Daerah Lain

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:58

Jawa Timur Berstatus Darurat PMK

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:30

Dituding Korupsi, Kuwu Wanasaba Kidul Didemo Ratusan Warga

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:58

Pelantikan Gubernur Lampung Diundur, Rahmat Mirzani Djausal: Tidak Masalah

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:31

Ketua Gerindra Banjarnegara Laporkan Akun TikTok LPKSM

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:57

Isi Garasi Raffi Ahmad Tembus Rp55 Miliar, Koleksi Menteri Terkaya jadi Biasa Saja

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:39

Ahli Kesehatan Minta Pemerintah Dukung Penelitian Produk Tembakau Alternatif

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:18

Heboh Penahanan Ijazah, BMPS Minta Pemerintah Alokasikan Anggaran Khusus Sekolah Swasta

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:58

Kecewa Bekas Bupati Probolinggo Dituntut Ringan, LIRA Jatim: Ada Apa dengan Ketua KPK yang Baru?

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:42

Selengkapnya