Berita

Ilustrasi Foto/Net

Nusantara

Pemerintah Dituntut Prioritaskan Jaminan Sosial Buat Nelayan Kecil

KAMIS, 18 JULI 2024 | 06:15 WIB | LAPORAN: ADITYO NUGROHO

Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam implementasi UU Nomor 7/2016 tentang Perlindungan bagi pekerja sektor perikanan termasuk Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam, terutama dalam hal jaminan sosial ketenagakerjaan. 

Ketua Umum KNTI, Dani Setiawan menyampaikan bahwa nelayan kecil dan tradisional hingga saat ini belum mendapatkan perlindungan sosial yang optimal.

“Program Jaminan Sosial ketenagakerjaan atau asuransi nelayan bagi nelayan kecil sudah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7/2016 dan Instruksi Presiden Nomor 02 Tahun 2021, namun sepertinya belum menjadi prioritas pemerintah, hingga sampai hari ini belum maksimal implementasinya” kata Dani dalam keterangannya yang diterima redaksi, Rabu (17/7).

Padahal, berdasarkan laporan basis-basis kampung KNTI pada saat pelaksanaan Rembuk Iklim Pesisir di di 35 Kabupaten/Kota pada bulan Desember 2023, menunjukan bahwa risiko bekerja nelayan semakin meningkat akibat faktor iklim. 

Hal tersebut dapat dilihat dari tingginya risiko keselamatan jiwa dan berkurangnya tingkat pendapatan keluarga nelayan. 

“Sepanjang Januari 2023-Juni 2024, BPJS Ketenagakerjaan mencatat, jumlah klaim manfaat jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian berjumlah 4.166 klaim. 

Lanjut dia, dalam 1,5 tahun terakhir, setidaknya lebih dari 4000 orang yang bekerja di sektor perikanan, termasuk nelayan mengalami kecelakaan, dan di antaranya mengalami kematian. Angka ini akan jauh lebih besar bila ditambah jumlah klaim yang dimiliki perusahaan asuransi lainnya yang juga menjadi mitra nelayan selama ini. 

“Ini bukan angka yang kecil. Bahkan bisa dikatakan yang terbesar dari jenis pekerjaan lainnya di Indonesia. Risiko yang dihadapi nelayan semakin meningkat akibat perubahan iklim yang semakin nyata dampaknya,” tegas Dani.
 
Dia menambahkan bahwa kehidupan nelayan kecil sangat rentan. Hal tersebut disebabkan karena posisinya yang marjinal dan miskin dan tingkat kematian dan risiko keselamatan dan kesehatan kerja yang tinggi. 

“Kondisi ini membutuhkan jaminan perlindungan sosial yang kuat dari pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah,” tegasnya lagi.

Perlindungan sosial ini untuk memastikan agar nelayan kecil tetap menjalankan perannya sebagai penyedia pangan perikanan yang penting bagi masyarakat dan berkontribusi bagi perekonomian negara.
  
“Merujuk data BPS, terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin ekstrem di wilayah pesisir dari 2,1 Juta menjadi 3,9 Juta pada periode 2011-2022 dan jumlah penduduk miskin juga naik dari 7,8 Juta menjadi 17,7 Juta pada periode yang sama,” beber Dani

Oleh sebab itu, KNTI memberikan lima rekomendasi kebijakan untuk mendukung program jaminan sosial ketenagakerjaan bagi nelayan kecil. 

Pertama, Menyegerakan sinkronisasi dan pemilahan data khusus untuk nelayan kecil-tradisional sehingga bantuan jaminan sosial yang diberikan tepat sasaran. Kedua, Mendorong integrasi program-program jaminan sosial pada masyarakat rentan pekerja informal seperti nelayan kecil melalui kartu KUSUKA.

Ketiga, Percepatan kepesertaan dengan iuran PBI (Penerima Bantuan Iuran) untuk BPJS Ketenagakerjaan atau pemberian subsidi premi dalam Asuransi Ketenagakerjaan maupun Asuransi Kesehatan untuk nelayan kecil-tradisional mengingat dampak perubahan iklim yang semakin besar. 

Keempat
, pemerintah pusat dan daerah memastikan pemenuhan hak nelayan kecil atas perlindungan sosial/asuransi sosial ketenagakerjaan melalui dukungan alokasi anggaran yang cukup dan dilakukan secara berkelanjutan yang disalurkan dalam bentuk subsidi bantuan iuran kepada nelayan kecil.

Kelima, memastikan jaminan sosial yang diterima oleh nelayan dan pembudidaya ikan skala kecil merupakan program jaminan yang aktif dan berjangka panjang dan merespon karakter spesifik kerentanan di sektor ini.

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Melalui Rembug Ngopeni Ngelakoni, Luthfi-Yasin Siap Bangun Jateng

Minggu, 02 Februari 2025 | 05:21

PCNU Bandar Lampung Didorong Jadi Panutan Daerah Lain

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:58

Jawa Timur Berstatus Darurat PMK

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:30

Dituding Korupsi, Kuwu Wanasaba Kidul Didemo Ratusan Warga

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:58

Pelantikan Gubernur Lampung Diundur, Rahmat Mirzani Djausal: Tidak Masalah

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:31

Ketua Gerindra Banjarnegara Laporkan Akun TikTok LPKSM

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:57

Isi Garasi Raffi Ahmad Tembus Rp55 Miliar, Koleksi Menteri Terkaya jadi Biasa Saja

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:39

Ahli Kesehatan Minta Pemerintah Dukung Penelitian Produk Tembakau Alternatif

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:18

Heboh Penahanan Ijazah, BMPS Minta Pemerintah Alokasikan Anggaran Khusus Sekolah Swasta

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:58

Kecewa Bekas Bupati Probolinggo Dituntut Ringan, LIRA Jatim: Ada Apa dengan Ketua KPK yang Baru?

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:42

Selengkapnya