Berita

Ilustrasi Foto/Net

Presisi

Kewenangan Penyadapan dalam RUU Polri Makin Mengancam Demokrasi

SABTU, 13 JULI 2024 | 02:41 WIB | LAPORAN: ADITYO NUGROHO

Kewenangan tambahan yang dimiliki Polri dalam draf RUU Polri mengenai penyadapan yang diatur dalam Pasal 14 ayat 1 huruf (o), menimbulkan sejumlah isu terkait hak asasi, kebebasan berekspresi dan prinsip demokrasi. 

Hal tersebut diungkapkan oleh peneliti senior Human Studies Institute (HSI), Syurya M.Nur dalam keterangannya kepada RMOL, Jumat (12/7).

"Kewenangan ini sangat sensitif, tentunya akan menimbulkan sejumlah isu krusial terkait hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi. Seharusnya 26 tahun pasca Reformasi 98 semangat transformasi Polri semakin mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi," kata Syurya.


Menurutnya, kewenangan penyadapan bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak privasi individu. 

"Pasal ini dapat menimbulkan kekhawatiran bahwa privasi warga negara akan mudah dilanggar oleh pihak kepolisian tanpa pengawasan yang memadai," jelasnya.

Syurya berpendapat, jika penyadapan dilakukan tanpa batasan yang jelas. Hal ini bisa menimbulkan efek mengerikan (chilling effect) terhadap kebebasan berekspresi.

"Warga negara mungkin akan merasa takut untuk menyuarakan pendapat mereka atau berkomunikasi secara bebas karena khawatir disadap", tandasnya.

Dia mengkhawatirkan masalah kewenangan penyadapan yang tidak diatur dengan ketat dapat menimbulkan potensi penyalahgunaan kekuasaan. 

"Jelas ini berpotensi bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang mengedepankan transparansi, akuntabilitas, dan perlindungan terhadap hak-hak individu," bebernya.

Pakar Komunikasi dan Politik Universitas Esa Unggul Indonesia ini berpandangan draf RUU Polri yang mengatur penyadapan bertentangan dengan prinsip hak atas rasa aman.

"Pasal 28G UUD 1945 menjamin hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman terhadap hak pribadi, selain itu UU 39/1999 tentang HAM mengatur hak privasi dan perlindungan terhadap intervensi yang tidak sah dalam kehidupan pribadi," tegasnya.

Menurut dia, kewenangan penyadapan oleh Polri ini harus sinkron dengan UU lainnya dalam masalah prosedur dan koordinasi dengan lembaga lainnya.

"Ada kemungkinan bahwa pasal tersebut bertentangan dengan UU lain yang mengatur penyadapan, misalnya UU No. 19/2016 tentang ITE atau UU No. 17/2011 tentang Intelijen Negara. Sehingga perlu dikaji ulang dan ada sinkronisasi dengan UU lainnya agar kuat masalah pengawasan dan prosedur penyadapan yang ketat untuk melindungi hak-hak individu," tutupnya.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya