Direktur Utama PT Bank Sumut Babay Parid Wazdi/Ist
Babay Parid Wazdi ingin mengembalikan fitrah Bank Sumut sebagai pendorong pembangunan daerah. Itu sebabnya dia yang baru sekitar setahun memimpin PT Bank Sumut rajin berkeliling Sumatera Utara untuk mencari berbagai potensi yang belum tergali atau belum dikembangkan.
“Saya baru kembali dari Nias. Kami meluncurkan program Gerakan Tanam Pisang (Getapin) di Nias untuk mendorong perekonomian daerah ini,” kata Babay dalam pertemuan dengan Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Teguh Santosa, di Srikandi, sebuah kafe dan resto di Jalan Samanhudi, Medan, Kamis pagi (23/5).
Katanya lagi, Getapin adalah bagian dari program Mari Tingkatkan Aksi Bangun Desa atau disingkat Martabe yang dicanangkan Bank Sumut.
Istilah Martabe mengingatkan pada istilah yang sama yang dikenalkan Raja Inal Siregar, Gubernur Sumatera Utara periode 1988-1998. Dengan makna yang sama, Martabe versi Raja Inal Siregar merupakan singkatan dari Marsipature Hutana Be.
“Tujuan kegiatan kami di Nias untuk mengedukasi masyarakat mengenai budidaya pisang yang efektif,” kata Babay.
Mengapa pisang?
Nias merupakan salah satu daerah penghasil pisang terbesar di Sumatera Utara, katanya. Khususnya pisang kepok Nias yang dalam bahasa setempat disebut Gae Siata dikenal di berbagai daerah di Indonesia. Di tahun 2022, misalnya, Nias menghasilkan sekitar 2.490 ton pisang.
Selain penanaman pisang, Babay mengatakan, pihaknya juga akan menyiapkan program lanjutan untuk program Getapin, mulai dari pengolahan pisang sehingga mendapatkan nilai tambah yang maksimal, sampai pemanfaatan batang pisang untuk pakan ternak.
Babay berharap program Getapin akan membuka peluang ekonomi lain dari tanaman pisang selain mengolah buahnya menjadi keripik atapun tepung. Salah satunya terkait penjualan sertipikat karbon yang akan berkontribusi besar pada perekonomian Nias.
“Program ini tidak hanya akan menciptakan pendapatan dari penjualan pisang berkualitas, tetapi juga berpotensi membuka peluang baru melalui penjualan sertipikat karbon dari program penghijauan yang dilakukan," tambahnya.
Ke depan, kata Babay, Bank Sumut akan turut membantu penyediaan peralatan untuk mendukung masyarakat Nias mengembangkan potensi ekonomi lain dari tanaman pisang. Ia berharap program Getapin tersebut dapat berjalan dengan baik dan berkelanjutan ke seluruh wilayah Nias.
"Hal ini sejalan dengan cita-cita Pemerintah Kabupaten Nias untuk menjadikan pisang Nias sebagai produk unggulan yang mendunia,” pungkasnya.
Adapun Bupati Nias Ya’atulo Gulo menekankan agar peningkatan produktivitas pisang kepok di kawasan tersebut jadi prioritas utama terlebih dahulu untuk meningkatkan kualitas dan daya saing. Hal ini karena buah pisang kepok memiliki keunggulan dan nilai jual yang tinggi.
Kendati, Ya’atulo Gulo menyambut baik program Getapin Bank Sumut yang ditujukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, serta menjadikan pisang Nias sebagai komoditas unggulan yang mendunia dan dikenal secara global.
“Kami siap bekerjasama untuk menyukseskan program ini demi kemajuan Kabupaten Nias ke depan. Ini merupakan potensi sumber kehidupan sehingga visi dan misi Kabupaten Nias dapat kita wujudkan bersama-sama,“ ujarnya.
Sementara itu, lokasi Bank Sumut di Nias tersebar di sejumlah lokasi. Bank pembangunan daerah ini memiliki kantor cabang di Teluk Dalam, Nias Selatan. Kantor ini dibantu tujuh kantor cabang pembantu yakni di Lotu, Lahomi, Lahewa, Lahusa, Lolowau, dan 2 KCP di Pulau Tello.
Selain pisang kepok Nias, Babay juga mengatakan, potensi lain yang dimiliki Sumatera Utara adalah domba Waringin dari Langkat.
Domba ini adalah hasil dari eksperimen yang dilakukan Ir. H. Tista Waringin Sitompul sejak 1997. Domba Waringin memiliki ukuran tubuh yang jauh lebih besar bila dibandingkan dengan domba lokal atau domba kampung.
Seekor domba waringin beratnya dapat mencapai hingga 135 kg. Domba ini hasil perkawinan silang empat jenis domba, yakni domba Barbados asal Karibia, Amerika Latin, domba Suffolk dari Inggris, domba Stcroix dari Australia, dan domba lokal ekor tipis.
Pada tahun 2003, domba Waringin terus mengalami pengembangan dan penyempurnaan dan dapat menghasilkan domba pejantan dengan berat mencapai 200 kg.