Berita

Ahli Otonomi Daerah, Djohermansyah Djohan/Repro

Politik

Saksi Ahli Amin Mengaitkan Pengangkatan Pj Kepala Daerah dengan Pemenangan Prabowo-Gibran

SENIN, 01 APRIL 2024 | 20:22 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Pengangkatan Penjabat (Pj) kepala daerah oleh Presiden Joko Widodo, dikaitkan dengan upaya pemenangan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, oleh saksi ahli yang dihadirkan pasangan nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini, Senin (1/4).

Pasangan yang dikenal dengan sebutan Amin tersebut menghadirkan ahli Otonomi Daerah, Djohermansyah Djohan, dalam sidang lanjutan sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden Nomor 1/PHPU.PRES/XXII/2024, di Ruang Sidang Utama Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (1/4).

"Dukungan dan keberpihakan Presiden Joko Widodo kepada Paslon 02 nyata tampak dalam kebijakannya (perbuatan, tindakan, dan ucapan) sebelum dan pada saat masa kampanye Pilpres 2024, terkait dengan pengangkatan Pj Kepala Daerah secara masif, keterlibatan pejabat negara, dan penggalangan kepala desa untuk memenangkan Paslon 02," ujar Djohermansyah.


Menurutnya, kemenangan Prabowo-Gibran dengan hanya satu putaran pemilihan presiden (pilpres), dan memperoleh suara hingga 96.214.691 suara atau 58 persen dari total pemilih yang mencoblos, tidak didapat dari proses pemilihan yang jujur, adil, langsung, umum, bebas, dan rahasia (jurdil luber).

"Karena paslon 2 membiarkan Pilpres 2024 tak berjalan dengan bebas, jujur, dan adil, bahkan menikmati keberpihakan Presiden Joko Widodo yang telah mencederai konstitusi dan merusak demokrasi, maka kemenangan Paslon 02 dengan cara fraud ini layak dianulir oleh MK," tuturnya.

Dia meyakini, cara pengerahan Pj kepala daerah untuk mempengaruhi pemilih di Pilpres 2024 sangat efektif, karena corak memilih masyarakat Indonesia dia anggap berorientasi paternalistik dan feodalistik.

"Karena tingkat pendidikannya rata-rata masih rendah, kira-kira kelas 2 SMP. Sementara birokrasinya masih bermentalitas yes man, ABS (Asal Bapak Senang), dan safety player," ucap Djohermansyah.

"Masyarakat pemilih di Indonesia yang kebanyakan cenderung dalam kondisi seperti ini, posisi kepala daerah, pejabat negara, para menteri misalnya dan kepala desa, sangat strategis dalam mempengaruhi sikap pilih mereka," sambungnya.

Ketika pengisian Pj kepala daerah dari ASN ini mulai dilakukan pusat pada 2022, Djohermansyah mendapati kegaduhan publik gara-gara seleksinya tidak transparan, tidak akuntabel, dan tidak demokratis. Bahkan, muncul gugatan di MK terkait aturan pengangkatan Pj kepala daerah.

"Dalam pertimbangan putusannya, (perkara) nomor 15/PUU-XX/2022 telah meminta pemerintah membuat peraturan pelaksanaan UU Pilkada yang transparan, yang akuntabel, dan demokratis. Tapi pemerintah Presiden Joko Widodo tidak
menggubrisnya, dan hanya menerbitkan Permendagri (Peraturan Menteri Dalam Negeri) Nomor 4 Tahun 2023," urainya.

Dia memandang, payung hukum tersebut lemah sehingga pengangkatan Pj kepala daerah relatif tidak berubah. Bahkan pekat dengan kepentingan politik presiden.

"Terbukti dari semua pengangkatan Pj kepala daerah diputuskan oleh Presiden Joko Widodo. Dulu pada zaman Presiden SBY, pengangkatan Pj Gubernur saja yang dibawa ke istana, sedangkan pengangkatan Pj Bupati, Walikota berada di Merdeka Utara dalam hal ini di Kemendagri," jelasnya.

"Evaluasi Pj kepala daerah normatifnya sekali dalam tiga bulan, lalu Presiden Jokowi mengubah pakem itu dengan mengatakan evaluasi Pj kepala daerah bisa dilakukan setiap hari, plus diwanti-wanti agar Pj tidak miring-miring yang bisa diartikan menaati
arahan beliau tanpa reserve," demikian Djohermansyah.

Populer

Gagal Tunjukkan Ijazah Asli Jokowi, Dirtipidum Kalah Telak

Rabu, 09 Juli 2025 | 17:57

Ini Susunan Pengurus Besar Ikatan Alumni PMII Periode 2025-2030

Senin, 14 Juli 2025 | 01:52

Alasan Jokowi Tak Hadir Gelar Perkara Khusus Ijazah Palsu di Bareskrim

Rabu, 09 Juli 2025 | 14:02

Pemecatan Beathor di BP Taskin Pertegas Kepalsuan Ijazah Jokowi

Minggu, 06 Juli 2025 | 10:01

Kalau Ada yang Tak Tumbuh dari Bawah Pasti Bukan PMII, Itu HMI!

Senin, 14 Juli 2025 | 04:50

Staf Kemlu Ditemukan Tewas Mengenaskan di Indekos Mewah Menteng

Selasa, 08 Juli 2025 | 16:24

Roy Suryo Ungkap Video Jokowi Naik Kendaraan ATV Asli, Ini Lokasinya

Senin, 07 Juli 2025 | 04:50

UPDATE

Polisi Gercep Atasi Tindak Pidana Kekerasan pada Anak di Boyolali

Selasa, 15 Juli 2025 | 06:31

Kuasa Hukum PT BRW Soroti Dugaan Kreditur Fiktif Penyebab Kepailitan

Selasa, 15 Juli 2025 | 05:24

Saatnya Pemerintah Tegakkan Keadilan Lahan Sebelum Kemiskinan Meluas

Selasa, 15 Juli 2025 | 04:37

De-Offisialisasi Kopdes Merah Putih

Selasa, 15 Juli 2025 | 03:45

Pemprov DKI Diminta Tertibkan Operasional Ambulans Non-Medis

Selasa, 15 Juli 2025 | 03:03

Koperasi Bisa jadi Solusi Pengentasan Kemiskinan Pesisir

Selasa, 15 Juli 2025 | 02:47

Kerdilkan HMI, Pernyataan Cak Imin Ahistoris dan Menyesatkan

Selasa, 15 Juli 2025 | 01:54

Tak Sempat Azankan Anak, Keluarga Terdakwa Judol Adhi Kismanto Makin Sulit

Selasa, 15 Juli 2025 | 01:23

Terungkap Kode 'Bagi PM' di Sidang Judol, Aliran Dana ke Budi Arie?

Selasa, 15 Juli 2025 | 00:46

Febri Diansyah Tuding JPU KPK Pelintir Keterangan Ahli soal Judicial Review

Selasa, 15 Juli 2025 | 00:12

Selengkapnya