Berita

Polisi China mengamankan ulama Tibet usai kerusuhan di Lasha, 14 Maret 2008./Wikipedia

Dunia

Hindarkan Peristiwa 2008 Terulang, China Perketat Kontrol Warga Etnis Tibet

MINGGU, 17 MARET 2024 | 13:48 WIB | LAPORAN: JONRIS PURBA

Pemerintah Partai Komunis China (PKC) mengetatkan kontrol dan pengamanan terhadap warga keturunan Tibet di negeri panda. Wartawan harian Jepang Yomiuri Shimbun, Miho Tamura, yang bulan lalu berkunjung ke Chengdu, Provinsi Sichuan, melaporkan, pengetatan kontrol dilakukan menjelang peringatan 16 tahun pemberontakan etnis Tibet yang terjadi 14 Maret 2008.

“Ini adalah bagian dari kebijakan untuk mengasimilasi warga Tibet secara menyeluruh, dan mengabaikan kritik internasional sebagai pelanggaran hak asasi manusia,” tulis Miho Tamura dalam laporannya.

Dalam kunjungan pertengahan bulan Februari, Tamura menyaksikan polisi bersenjata lengkap ditempatkan di setiap sudut persimpangan mengawasi para biksu dan warga keturunan Tibet. Selain itu, ada begitu banyak kamera pengintai yang ditempatkan di jalanan. Kawasan yang dikunjungi Tamura adalah komplek pertokoan yang menjual benda-benda altar Buddha Tibet dan buku-buku berbahasa Tibet.

Saat memasuki toko benda-benda Budha, terlihat lebih banyak tanda yang ditulis dalam bahasa China dibandingkan dalam bahasa Tibet.

Ada sekitar 7 juta warga Tibet yang berada di China. Pemerintah menerapkan kebijakan asimilasi kepada mereka.

Dewan Hak Asasi Manusia PBB dalam laporan yang dikeluarkan tahun 2023 menyebutkan, hampir semua kelas di sekolah berasrama untuk anak-anak menggunakan bahasa Mandarin, sementara bahasa dan budaya Tibet dikecualikan.

Pada bulan Januari lalu, Radio Free Asia yang berafiliasi dengan pemerintah AS melaporkan bahwa pihak berwenang China mulai melarang anak-anak Tibet mengambil kelas di luar untuk mempelajari budaya dan agama Tibet.

Sementara di dalam laporan mengenai Pekerjaan Pemerintah yang diadopsi pada Kongres Nasional Rakyat yang baru saja selesai menyatakan bahwa China akan memberikan panduan kepada agama-agama sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat sosialis China.

Laporan tersebut juga menetapkan bahwa China akan menempuh kebijakan Sinisasi agama, yang berarti mengutamakan kesetiaan kepada PKC di atas keyakinan agama.

Kecaman internasional terhadap China semakin meningkat. Menurut laporan Reuters, pada tanggal 4 Maret, Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB Volker Turk mendesak Beijing untuk  menerapkan rekomendasi untuk mengubah undang-undang yang melanggar hak-hak dasar, termasuk di wilayah otonomi Xinjiang dan Tibet.

Namun, juru bicara Kementerian Luar Negeri China menolak seruan komisaris tersebut, dan mengklaim bahwa China adalah korban rumor dan kebohongan yang dibuat-buat oleh beberapa negara Barat.

Pemerintahan Xi tampaknya tidak peduli dalam menangani situasi hak asasi manusia di negara tersebut.

Dalam versi bahasa Inggris dari “Buku Putih” terbaru tentang Tibet yang dirilis oleh China pada musim gugur lalu, istilah China “Xizang” digunakan sebagai pengganti “Tibet.” Pendirian China adalah untuk menekankan bahwa Tibet adalah bagian dari China dan menutup diri dari campur tangan Barat.

Tampaknya Xi tidak akan mentoleransi terulangnya peristiwa yang dimulai pada 14 Maret 2008.

Pada hari itu, kerusuhan pecah di ibu kota Tibet, Lhasa, ketika para biksu dan warga yang tidak puas dengan pemerintahan China dan penindasan terhadap agama membakar dan menghancurkan gedung-gedung pemerintah dan tempat-tempat lain.

Kerusuhan itu terjadi hanya beberapa bulan sebelum China menjadi tuan rumah Olimpiade 2008 di Beijing.

Kerusuhan menyebar ke komunitas Tibet di provinsi lain, termasuk Sichuan dan Gansu, dan pihak berwenang China memanggil militer untuk menekan para perusuh. Menurut pemerintah Tibet di pengasingan di India, lebih dari 200 orang tewas dalam kerusuhan tersebut.

Populer

Pesawat Nepal Jatuh, Hanya Satu Orang yang Selamat

Rabu, 24 Juli 2024 | 15:16

Walikota Semarang dan 3 Lainnya Dikabarkan Berstatus Tersangka

Rabu, 17 Juli 2024 | 13:43

KPK Juga Tetapkan Suami Walikota Semarang dan Ketua Gapensi Tersangka

Rabu, 17 Juli 2024 | 16:57

Walikota Semarang dan Suami Terlibat 3 Kasus Korupsi

Rabu, 17 Juli 2024 | 17:47

KPK Bakal Audit Semua Rumah Sakit Telusuri Dugaan Fraud BPJS Kesehatan

Rabu, 24 Juli 2024 | 18:51

Kantor Rahim di Depok Ternyata Rumah Tinggal, Begini Kondisinya

Rabu, 17 Juli 2024 | 11:05

Duet Airin-Rano Karno Tak Terbendung di Pilkada Banten

Rabu, 17 Juli 2024 | 13:23

UPDATE

Sabotase Kereta Cepat Jelang Pembukaan Olimpiade Paris, PM Prancis: Ini Dilakukan Terencana

Sabtu, 27 Juli 2024 | 17:47

Banyak Hadiah Menarik Pertamina di Booth dalam Event GIIAS 2024

Sabtu, 27 Juli 2024 | 17:37

Kabar Deklarasi Anies-Zaki, Golkar: Hoax!

Sabtu, 27 Juli 2024 | 17:15

Ekonomi Lesu, Laba Industri China Justru Naik 3,6 Persen

Sabtu, 27 Juli 2024 | 17:07

Putri Suku Oburauw Catar Akpol: Saya Busur Panah untuk Adik-adik

Sabtu, 27 Juli 2024 | 16:58

Kuasa Hukum Dini: Hakim Persidangan Greg Tannur Berat Sebelah

Sabtu, 27 Juli 2024 | 16:35

Dimyati Masih Ngarep Golkar dan PDIP Gabung

Sabtu, 27 Juli 2024 | 16:10

Menyusul TNI, Polri Rotasi 6 Kapolda Jelang Pilkada

Sabtu, 27 Juli 2024 | 15:32

Masih Cair, Peluang Jusuf Hamka di Pilkada Jakarta Masih Terbuka

Sabtu, 27 Juli 2024 | 15:31

4 Pangdam Dirotasi Jelang Pilkada, Ajudan Jokowi jadi Pangdam Brawijaya

Sabtu, 27 Juli 2024 | 15:13

Selengkapnya