Industri keuangan syariah Indonesia terus mengalami peningkatan.
Staf Ahli Menteri Bidang Jasa Keuangan dan Pasar Modal Kementerian Keuangan Arief Wibisono mengatakan hal ini tercermin pada aset keuangan syariah Indonesia yang tumbuh 6,75 persen pada September 2023, dengan nilai aset mencapai Rp2.452,57 triliun.
Berbicara dalam peluncuran "Kajian Ekonomi dan Keuangan Syariah Indonesia (KEKSI) 2023" melalui YouTube Bank Indonesia, Senin (26/2), ia memaparkan bahwa aset keuangan syariah tersebut meliputi pasar modal syariah senilai Rp1.457,73 triliun atau 59,44 persen, perbankan syariah Rp831,19 triliun atau 33,92 persen, dan industri keuangan non-bank (IKNB) Rp162,85 triliun atau 6,64 persen.
Di sisi lain, market share industri keuangan syariah terhadap industri nasional juga terus mengalami kenaikan. Secara rinci, ia menyebutkan market share pasar modal syariah 20,52 persen, perbankan syariah 7,27 persen, dan IKNB syariah 5 persen.
Kinerja positif industri keuangan syariah Indonesia mendapatkan pengakuan secara global. Ia merujuk pada data the Global Islamic Economy Indicator (GIEI) dalam State of the Global Islamic Economy (SGIE) Report 2023 yang dirilis oleh DinarStandard di Dubai, Uni Emirat Arab, di mana Indonesia menempati posisi ketiga setelah Malaysia dan Arab Saudi.
Peringkat Indonesia pada 2023 meningkat bila dibandingkan capaian sebelumnya yang berada di peringkat empat.
Namun, Arief mengatakan porsi aset keuangan syariah terhadap keuangan nasional terbilang masih sangat rendah, yakni hanya sekitar 10,81 persen. Padahal, masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam.
Menurutnya, berbagai upaya harus dilakukan untuk mendukung peningkatan kapasitas keuangan syariah. Salah satunya, adalah melalui pengaturan perbankan syariah sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau UU P2SK yang telah disahkan Januari 2023 lalu.
“Mudah-mudahan UU P2SK merupakan inisiatif nyata dalam pengembangan sektor keuangan dengan prinsip syariah,” ujarnya.