Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi/Net
Tidak ada perbedaan yang begitu jauh antara hasil hitung cepat atau quick count Pilpres 2024 dengan rekapitulasi manual Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
Hal itu ditegaskan Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, dalam keterangan resminya, Sabtu (17/2).
“Sampai saat ini hampir tidak ada perbedaan signifikan antara hitungan QC (
quick count) yang sudah mencapai hampir 100 persen dengan
Real Count KPU yang sudah mendekati 70 persen suara masuk,” jelas Burhanuddin.
Mengacu hasil
quick count yang sudah mencapai 100 persen dengan
real count KPU RI terkini di mana sudah 70 persen data yang masuk, menunjukkan hasil yang kurang lebih sama.
yaitu pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, unggul dengan 57,95 persen. Urutan kedua ada pasangan capres-cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dengan 24,48 persen. Sementara pasangan capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD di urutan terakhir dengan 17,57 persen.
“Artinya apa? Artinya hampir pasti atau tipis kemungkinan ada kecurangan di TPS dan juga saat proses perhitungan,” kata Burhanuddin.
Burhanuddin menuturkan,
quick count justru memiliki fungsi sebagai pendeteksi kecurangan pemilu. Dahulu,
quick count memiliki nama "Paralel Vote Tabulation" atau tabulasi paralel suara.
“Memang sistem untuk mendeteksi kecurangan, bukan hanya perhitungan cepat saja,” tegas Gurubesar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini
Ia menambahkan,
quick count ini dipakai di seluruh dunia dan bukan hal baru. Termasuk di RI juga digunakan sejak 2004 dan hasil akhirnya hampir sama dengan hasil manual KPU.
“Termasuk Anies Baswedan adalah bos saya dulu di lembaga
Quick Count, jadi sebenarnya Mas Anies sudah paham, mungkin karena ada alasan politis saja,” demikian Burhanuddin.