Berita

Ilustrasi/Net

Bisnis

Ajukan Gugatan ke MK, Pengusaha Desak Penurunan Tarif Pajak Hiburan Maksimal 10 Persen

KAMIS, 08 FEBRUARI 2024 | 14:35 WIB | LAPORAN: ALIFIA DWI RAMANDHITA

Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI), yang mewakili pelaku usaha jasa hiburan, meminta penurunan tarif pajak khusus untuk sektor hiburan, seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan spa, menjadi maksimal 10 persen.

Tuntutan ini diajukan seiring dengan pengajuan judicial review atau uji materi terhadap Pasal 58 ayat 2 Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) ke Mahkamah Konstitusi pada Rabu (7/2).

Ketua Umum GIPI, Hariyadi Sukamdani, menyatakan harapannya agar tarif pajak baru tidak melebihi 10 persen, agar dapat diterima dengan baik. Sebab, telah mengikuti standar tarif pajak hiburan lainnya.

"Ini kita harapkan bisa dikabulkan tarif baru maksimal 10 persen karena itu yang layak bisa diterima," kata Hariyadi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta.

Ketua GIPI itu menganggap Pasal 58 ayat 2 UU HKPD, yang mengkategorikan lima jenis hiburan khusus, sebagai tindakan yang diskriminatif. Pasalnya, aturan tersebut memberlakukan tarif pajak hiburan tinggi berkisar antara 40 persen hingga 75 persen,

Menurut GIPI tarif tersebut ditetapkan tanpa memperhatikan prinsip-prinsip dasar yang seharusnya digunakan dalam membuat undang-undang yang menetapkan besaran tarif pajak.

Untuk itu, perwakilan pelaku usaha jasa hiburan itu meminta agar pemerintah dapat menurunkan aturan itu, karena akan berdampak bagi mereka yang akan kehilangan konsumen dan dikhawatirkan dapat berakhir pada penutupan usahanya.

"Hal ini sudah tentu menjadi tidak tepat keputusannya karena berdampak diskriminasi terhadap pelaku usaha yang sudah menjalankan usahanya sesuai peraturan dan perundangan yang berlaku," tegasnya.

GIPI berpendapat bahwa penurunan tarif pajak akan membantu mencegah dampak negatif terhadap industri hiburan, seperti penurunan konsumen dan penutupan usaha. Sehingga, mereka mengharapkan agar Mahkamah Konstitusi dapat mengkaji dan memutuskan uji materi Pasal 58 ayat 2 UU HKPD sesuai dengan prinsip keadilan dan pertimbangan ekonomi.

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Melalui Rembug Ngopeni Ngelakoni, Luthfi-Yasin Siap Bangun Jateng

Minggu, 02 Februari 2025 | 05:21

PCNU Bandar Lampung Didorong Jadi Panutan Daerah Lain

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:58

Jawa Timur Berstatus Darurat PMK

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:30

Dituding Korupsi, Kuwu Wanasaba Kidul Didemo Ratusan Warga

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:58

Pelantikan Gubernur Lampung Diundur, Rahmat Mirzani Djausal: Tidak Masalah

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:31

Ketua Gerindra Banjarnegara Laporkan Akun TikTok LPKSM

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:57

Isi Garasi Raffi Ahmad Tembus Rp55 Miliar, Koleksi Menteri Terkaya jadi Biasa Saja

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:39

Ahli Kesehatan Minta Pemerintah Dukung Penelitian Produk Tembakau Alternatif

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:18

Heboh Penahanan Ijazah, BMPS Minta Pemerintah Alokasikan Anggaran Khusus Sekolah Swasta

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:58

Kecewa Bekas Bupati Probolinggo Dituntut Ringan, LIRA Jatim: Ada Apa dengan Ketua KPK yang Baru?

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:42

Selengkapnya