Perusahaan energi surya asal Israel, SolarEdge Technologies, secara tiba-tiba memberhentikan sekitar 16 persen tenaga kerja global, atau sekitar 900 karyawan.
Pemangkasan karyawan secara massal itu dilakukan SolarEdge untuk mengurangi biaya operasional akibat lemahnya kinerja keuangan dan jatuhnya harga saham perusahaan.
Dalam pernyataan yang dikeluarkan perusahaan itu pada Senin (22/1), CEO SolarEdge Zvi Lando mengatakan anjloknya harga saham perusahaan disebabkan lemahnya pasar energi surya tempat mereka beroperasi.
“Kami telah mengambil keputusan yang sangat sulit namun perlu untuk menerapkan pengurangan tenaga kerja dan langkah-langkah pemotongan biaya lainnya untuk menyelaraskan struktur biaya kami dengan dinamika pasar yang berubah dengan cepat,” kata CEO Zvi Lando dalam sebuah pernyataan.
Berdasarkan laporan
Reuters, pemangkasan tersebut terjadi menyusul penghentian produksi perusahaan tersebut di Meksiko, pengurangan kapasitas produksi di Tiongkok dan penghentian aktivitas e-mobilitas kendaraan komersial ringan.
Perusahaan energi terbarukan ini memangkas ekspektasi pendapatan kuartal keempat pada bulan November karena lemahnya permintaan untuk inverter surya.
Pertumbuhan tenaga surya di Eropa telah melambat pada tahun lalu karena kelebihan persediaan dan melemahnya permintaan.
Sementara harga saham perusahaan diketahui telah turun 67 persen pada tahun 2023 dan sejak awal tahun 2024 turun lagi sebesar 26 persen. Penurunan tersebut mencapai titik terendah perusahaan dalam empat tahun pada minggu lalu.
Dalam beberapa tahun terakhir, SolarEdge menjadi perusahaan Israel yang paling bernilai di Wall Street dengan kapitalisasi pasar hampir 20 miliar dolar (Rp312 trilin). Namun, saat ini diperdagangkan dengan kapitalisasi pasar hanya 3,9 miliar dolar (Rp60 triliun).