Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri menilai klaim kubu Kapolda Metro Jaya bahwa telah menemukan 4 alat bukti tidak sesuai dengan fakta hukum. Karena, tidak ada penjelasan saksi siapa yang melihat, mendengar, dan mengalami sendiri peristiwa pemerasan, gratifikasi dan penyuapan.
Hal itu disampaikan tim hukum Firli selaku pemohon praperadilan dalam sidang replik melawan Kapolda Metro Jaya selalu termohon di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (12/12).
"Keseluruhan dalil termohon mengenai penetapan pemohon sebagai tersangka telah memenuhi bukti permulaan yang cukup karena termohon telah menemukan sebanyak 4 alat bukti merupakan dalil yang tidak berdasar karena tidak bersesuaian dengan fakta hukum yang ada," kata salah satu tim hukum Firli, Ishemat Soeria Alam saat membacakan replik atas jawaban termohon, Selasa malam (12/12).
Ishemat mengatakan, pihaknya menyoroti jawaban termohon soal telah menemukan 4 alat bukti yang terdiri dari keterangan saksi sebanyak 91 orang, keterangan ahli sebanyak 7 orang, surat berupa dokumen yang telah dilakukan penyitaan, dan petunjuk berupa alat bukti elektronik.
Ishemat menjelaskan, pengertian saksi sebagai alat bukti adalah orang yang melihat, mendengar dan mengalami sendiri atas terjadinya suatu peristiwa pidana.
"Bahwa berdasarkan pengertian saksi tersebut, tidak dijelaskan dalam jawaban termohon, dari ke-91 saksi tersebut, saksi mana yang melihat, mendengar dan mengalami sendiri, pemohon melakukan tindakan pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji sebagaimana pasal-pasal yang disangkakan dilakukan oleh pemohon," jelas Ishemat.
Menurut Ishemat, meskipun berjumlah ribuan sampai jutaan saksi telah diperiksa, akan tetapi apabila tidak ada satu pun saksi yang dapat memberikan keterangan pemohon melakukan tindakan pemerasan, atau penerimaan gratifikasi, atau penerimaan hadiah atau janji, maka tidak bisa dinyatakan keterangan saksi telah dipenuhi sebagai salah satu alat bukti dalam perkara a quo.
Ishemat menilai, alat bukti saksi dapat dinyatakan telah terpenuhi sebagai alat bukti permulaan yang cukup, apabila memiliki kualitas dan relevansi terhadap pasal-pasal tindak pidana yang disangkakan, bukan hanya dari segi kuantitasnya saja.
"Bahwa dalam jawaban termohon, termohon mendalilkan saksi Irwan Anwar telah menyerahkan tas tangan berisi uang sejumlah Rp1 miliar kepada pemohon, di mana keterangan saksi tersebut tidak didukung dengan keterangan saksi lain, serta telah dibantah oleh pemohon. Keterangan saksi Irwan Anwar merupakan keterangan saksi yang berdiri sendiri tanpa didukung kebenarannya oleh alat bukti saksi yang lainnya," terang Ishemat.
Ishemat menjelaskan, berdasarkan Pasal 1 angka 26 dan 27 KUHAP, terkait keterangan saksi menjadi hal pokok pembuktian, tidak ada suatu peristiwa pidana tanpa saksi. Bahkan begitu pentingnya keterangan saksi, maka satu saksi bukan saksi. Selain itu, KUHAP sendiri sangat mengutamakan alat bukti berupa keterangan saksi, dapat dilihat pada Pasal 184 KUHAP, keterangan saksi diposisikan sebagai urutan pertama dalam alat bukti yang sah.
"Jika tidak ada saksi maka sesungguhnya tidak cukup bukti, sama halnya dengan keterangan saksi yang berdiri sendiri tanpa didukung oleh keterangan saksi lainnya, maka berlaku asas satu saksi bukan saksi. Sehingga penetapan tersangka adalah tidak sah," tegas Ishemat.
Selanjutnya mengenai alat bukti berupa keterangan ahli berjumlah 7 ahli kata Ishemat, juga tidak dijelaskan oleh termohon, dalam hal apa keterangan dan/atau pendapat ahli tersebut, sehingga dapat dinyatakan telah memenuhi salah satu alat bukti dalam perkara a quo.
"Apa karena ketujuh ahli tersebut, datang memenuhi panggilan dari termohon untuk memberi keterangan berdasarkan pendapat keahliannya, maka dinyatakan alat bukti ahli telah terpenuhi. Termohon harus memberikan penjelasan yang sejelas-jelasnya demi transpransi dan keterbukaan dalam proses penyidikan suatu perkara, dari ketujuh ahli yang telah didengar pendapat keahliannya oleh termohon, ketujuh ahli itu memberikan pendapat keahlian seperti apa, sehingga dapat dinyatakan telah terpenuhi sebagai alat bukti ahli," tutur Ishemat.
Kemudian mengenai surat berupa dokumen yang telah dilakukan penyitaan, pihak pemohon tetap meyakini, bukti berupa surat berupa dokumen yang telah disita oleh termohon tidak memiliki relevansi untuk membuktikan pasal-pasal tindak pidana yang disangkakan termohon.
Ishemat menerangkan, terkait bukti foto pertemuan Firli dengan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo di lapangan bulutangkis, pihaknya tetap pada dalil pemohon sebelumnya, yakni bukti tersebut hanya merupakan bukti berupa alat bukti petunjuk telah terjadinya pertemuan antara Firli dengan SYL, bukan bukti berupa alat bukti petunjuk yang dapat membuktikan telah terjadinya dugaan tindak pidana korupsi.
Lalu terkait bukti foto, pemohon tetap menganggap bahwa foto yang diambil tanpa seizin dan sepengetahuan pemohon tidak dapat dianggap sebagai alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian di persidangan, sebab pengambilan alat bukti elektronik tersebut tidak dilakukan secara halal ata sah.
Dengan demikian, karena alat bukti yang dikumpulkan oleh termohon pada saat proses penyidikan tidak memiliki kualitas untuk dapat dianggap memenuhi alat bukti untuk menetapkan pemohon sebagai tersangka, maka terbukti menurut hukum, tindakan termohon yang menerbitkan surat ketetapan tentang penetapan tersangka nomor S.Tap/325/XI/RES.3.3./Ditreskrimsus tanggal 22 November 2023 atas nama Firli Bahuri telah bertentangan dengan ketentuan KUHAP dan ketentuan hukum yang berlaku, karena tidak memenuhi unsur minimal 2 alat bukti.
"Dan oleh karenanya sudah beralasan hukum agar surat ketetapan tentang penetapan tersangka nomor S.Tap/325/XI/RES.3.3./Ditreskrimsus tanggal 22 November 2023 atas nama Firli Bahuri yang diterbitkan oleh termohon dinyatakan tidak sah menurut hukum dan dibatalkan," pungkas Ishemat.