Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDIP, Harris Turino/Ist
Pemerintah didesak untuk membayar utang kepada Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) sebesar Rp16 triliun.
Sebab, beban utang yang terus bertambah dapat mengganggu kinerja Bulog dalam menjalankan fungsinya dalam menjaga stabilitas harga pangan.
Demikian disampaikan Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDIP, Harris Turino dalam keterangannya, Kamis (9/11).
“Ini (utang pemerintah) mengganggu cashflow Bulog, karena kita tahu 2024 Bulog masih harus melakukan impor 2 juta ton. Ini membutuhkan sekitar Rp22 triliun lagi,” tegas Harris.
Menurut dia, dengan utang yang besar itu, cukup mengganggu kerja-kerja Bulog.
“Sehingga bagaimana Bulog bisa memiliki cashflow yang cukup kalau pembayarannya tertunda cukup lama,” kata dia.
Utang yang dimaksud adalah sejumlah pinjaman yang telah diberikan oleh Bulog dalam bentuk bantuan beras kepada pemerintah untuk mendukung program-program bantuan pangan dan stabilisasi harga.
Tertundanya pembayaran utang kepada Bulog ini membuat beban bunga yang harus ditanggung Bulog menjadi sangat tinggi dan mengganggu kinerja keuangan perusahaan.
Sementara itu, Direktur Human Capital Bulog, Purnomo Sinar Hadi menyampaikan bahwa Bulog saat ini meyarankan skema pembayaran di awal agar kasus telat bayar seperti ini tidak terjadi lagi. Namun skema tersebut belum disetujui oleh Menteri Keuangan.
"Untuk menekan beban bunga, bagaimana kalau pada saat pengadaan kami diaudit langsung oleh BPK. Itu yang kami tagihkan. Jadi beban kreditnya ke perbankan itu bisa turun. Ini lebih efisien bayar di depan. Karena secara laporan keuangan Bulog tidak dibebankan bunga dan secara APBN tidak terbebani beban bunga yang kita tagihkan juga ke pemerintah," kata dia.