Berita

Koalisi untuk Ketahanan Usaha Perikanan Nelayan (KUSUKA) menggelar diskusi publik di kawasan Menteng, Jakarta, Selasa (31/10)/Ist

Bisnis

Tak Bisa Diakses Nelayan Kecil, Kebijakan Subsidi BBM Mengarah Maladministrasi

RABU, 01 NOVEMBER 2023 | 16:04 WIB | LAPORAN: ADITYO NUGROHO

Koalisi untuk Ketahanan Usaha Perikanan Nelayan (KUSUKA) melakukan kajian kredibilitas anggaran Subsidi Dana Kompensasi BBM JBT Solar (Dakom JBT-S) dan pendataan partisipatif akses subsidi BBM untuk nelayan.

Koalisi ini terdiri dari Perkumpulan Inisiatif, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA) dan didukung oleh International Budget Partnership (IBP) Indonesia.

Hasil kajian mereka membuktikan bahwa kebijakan subsidi BBM itu belum dinikmati oleh nelayan kecil atau tradisional.
 
Pengamat kebijakan publik, Alamsyah Saragih, memperkuat argumentasi tersebut, Menurut dia, kebijakan subsidi BBM ini mengandung maladministrasi yang luar biasa.

“Salah satu parameternya adalah, pertama, sistem pencatatan (nomenklatur yang berubah-ubah, 82 persen nelayan kecil tidak memiliki akses terhadap BBM bersubsidi, 93 persen nelayan sulit mengurus surat rekomendasi dan mayoritas nelayan tidak memiliki kartu KUSUKA,” kata Alamsyah dalam keterangannya, Rabu (1/11)
 
Kedua, lanjut dia, administrative delay yang ditunjukkan oleh persyaratan yang tidak ramah terhadap nelayan kecil dan rumit serta tidak jelas harus mengadu kemana dan berapa lama ditindaklanjutinya, juga menjadi masalah.

“Ketiga, infrastruktur gap yang ditunjukkan oleh pendirian SPBU-N yang rumit dan kendala permodalan bagi Koperasi Nelayan yang berminat, serta belum terbangunnya SPBU-N yang merata oleh pemerintah,” jelasnya.

Alamsyah menekankan perlunya evaluasi total pada mekanisme kebijakan BBM Subsidi dan Dana Kompensasi BBM. Mengingat program subsidi sudah menahun dan menyasar segmen katastropik, maka perlu dilakukan evaluasi total.

“Subsidi BBM untuk nelayan terkesan tak sungguh-sungguh dibandingkan dengan membangun Ibu Kota Negara (IKN),” selorohnya.
 
Temuan berikutnya adalah adanya potential benefit loss yang dialami nelayan kecil sebesar Rp 2,8 triliun (rerata di periode tahun 2016-2020) sebagai dampak dari implementasi kebijakan Subsidi dan Dakom JBT-S.

Hal ini, sambung Alamsyah, membuktikan bahwa kebijakan subsidi BBM dan Dakom JBT-S tidak berdampak langsung bagi nelayan kecil dan kredibilitas dari kebijakan fiskal ini dipertanyakan.

“Kondisi ini terjadi karena nelayan kecil mengalami hambatan akses dalam memperoleh subsidi BBM yang mengakibatkan realisasi dari kuota subsidi BBM solar di sektor perikanan rendah. Satu sisi pemerintah menyediakan kuota BBM solar dengan rerata 1,9 juta kilo liter di sektor perikanan (Tahun 2016-2020), namun yang terserap oleh nelayan hanya 498,737 kilo liter. Akar persoalan hambatan akses nelayan untuk mendapatkan subsidi BBM ini belum terselesaikan secara maksimal,” bebernya.
 
Sementara itu, peneliti dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat – Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Dr. Ir. Riyanto mengemukakan bahwa Subsidi energi adalah kewajiban pemerintah sehingga harus didesain tepat sasaran.
 
“Jika harganya sudah mahal dan langka, tapi kuotanya tidak terserap banyak, jadi kemana alokasi dana Subsidi BBM itu? Ketika solar subsidi dijual oleh pengecer, maka siapa yang mengecer ini? Apakah ini sebuah kebocoran dari kebijakan subsidi?” tegas Riyanto.

 Dia menambahkan bahwa pada dasarnya dana kompensasi adalah subsidi sehingga secara akumulatif pemerintah memberikan subsidi yang cukup besar namun tidak efektif.
 
Dari permasalahan tersebut maka Koalisi KUSUKA merekomendasikan untuk mendirikan atau memberdayakan koperasi di sekitar pesisir sebagai lembaga sub penyalur BBM sehingga nelayan kecil/tradisonal dapat mengakses BBM bersubsidi dengan mudah.
 
“Hal ini menjadi penting karena selama ini nelayan membeli BBM kepada pengecer yang harganya jauh lebih mahal dan belum masifnya pendirian SPBU-N baru di wilayah pesisir,” ucap Ketua KNTI, Dani Setiawan.
 
Koalisi ini mendorong Kementerian Keuangan untuk membuat instrumen kebijakan subsidi yang lebih efektif dan tepat sasaran. Belajar dari program BLT Solar dimana skema distribusi menggunakan cash transfer ke penerima manfaat/nelayan.

“Hal ini memberikan manfaat secara langsung ke target penerima dibandingkan model penyaluran subsidi BBM,” imbuh dia.
 
Pihaknya juga mendorong BPH Migas, PT Pertamina dan KKP untuk melakukan pemutakhiran dan penyempurnaan data nelayan. Hal ini sebagai dasar penentuan kuota BBM subsidi JBT-S.

Selain itu, tegas Dani, BPH Migas dan PT Pertamina perlu secara aktif berkoordinasi melakukan perhitungan yang matang dalam perencanaan alokasi Dakom JBT-S setiap tahun dengan memperhitungkan kapasitas fiskal APBN, fluktuasi harga minyak dunia, dan faktor-faktor lainnya.

“Sehingga tidak ada overspending (pengeluaran yang berlebihan) maupun underspending (pengeluaran yang lebih kecil dari pada yang ditetapkan),” pungkasnya.

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya