Berita

Ilustrasi Foto/Net

Bisnis

Alih-alih Genjot PNBP, Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur Justru Buka Celah Kebocoran

SENIN, 09 OKTOBER 2023 | 13:30 WIB | LAPORAN: ADITYO NUGROHO

Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) telah memasuki tahap realisasi. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memberikan izin kepada beberapa perusahaan dalam negeri sebagai mitra dalam penangkapan ikan.
 
Namun, sejauh mana kebijakan ini dapat direalisasikan guna menggenjot Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) terus menjadi sorotan para stakeholder perikanan nasional.
 

Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI), Rusdianto Samawa, menilai kebijakan tersebut, kontras dengan visi poros maritim dunia yang menjaga lingkungan, sumberdaya hayati, keanekaragaman dan kesejahteraan masyarakat.
 
“Bagaimana tidak? perusahaan yang diberikan izin oleh KKP harus melakukan mobilisasi nelayan dan kapal dalam jumlah ratusan ribu. Izin penangkapan ikan diberikan dalam jangka waktu panjang sekitar 30 tahun ke depan," ujar Rusdianto kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (9/10).

"Apabila pengusaha kuat bertarung dalam plasma bisnis, izin bisa juga jangka waktu pendek, apabila perusahaan tidak pandai mengelola tantangan dan manajemen nelayan sebagai basis perolehan bahan baku, izin bisa lama,” tambahnya.
 
Lanjut dia, kebijakan penangkapan ikan terukur diperuntukan menjaga ekosistem laut supaya tetap bersih, sehat dan sumberdaya ikan tidak terjadi overfishing.
 
Namun, kata Rusdianto, kebijakan itu di tengah jalan direvisi, yakni perusahaan harus membayar PNBP sebelum produksi atau sebelum penangkapan ikan beroperasi.
 
“Setelah melihat kondisi pengusaha yang dipengaruhi keuangan global dan rantai bisnis perikanan sangat menyulitkan. Maka pembayaran PNBP diputuskan kembali pada konsep awal yakni pembayaran PNBP pasca produksi,” ungkap dia.
 
“Pertanyaan yang muncul? Kemana uang pengusaha yang telah membayar PNBP di awal? Apalagi pembayaran tersebut syarat mutlak mendapat kuota tangkap berbagai jenis ikan,” ungkapnya lagi.
 
“Pengeluaran izin kuota tangkap didominasi perusahaan swasta nasional. Kemudian, membentuk sejumlah paguyuban dibawah kendali perusahaan yang bersifat terikat secara langsung dengan kelembagaan nelayan,” beber Rusdianto.
 
Dia menjelaskan pada April dan Mei 2022, perkiraan ketersediaan ikan tangkapan dan budidaya sebesar 2,99 juta ton. Menurut KKP kinerja pembangunan perikanan tangkap pada tahun 2022 tunjukkan trend positif. Rata-rata nilai tukar nelayan (NTN) sampai bulan November 2022 adalah 106,56. Jumlah produksi perikanan tangkap hingga triwulan III tercatat sebesar 5,96 juta ton dengan nilai produksi capai 182,59 triliun.
 
Sementara, sambung dia, angka PNBP telah mencapai Rp 1,79 triliun di 2022 berasal dari sumber daya alam (SDA) perikanan sebanyak Rp1,1 triliun, non-SDA Rp611,8 miliar, serta BLU Rp44,3 miliar.
 
Sedangkan volume produksi perikanan sampai triwulan III tahun 2022 capai 18,45 juta ton yang terdiri dari hasil tangkapan sebanyak 5,97 juta ton, hasil perikanan budidaya 5,57 ton, dan rumput laut sebanyak 6,9 juta ton.
 
“Aneh binti Ajaib kan dari semua angka itu sementara penetapan PNBP pasca produksi diatur dalam PP Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada KKP. Bagaimana mungkin kenaikan PNBP begitu radikal dalam kurun waktu setahun, padahal kebijakan Penangkapan Ikan Terukur baru dilaksanakan tahun 2023 ini,” jelas dia.
 
“Banyak faktor pendukung indikasi kebocoran data soal kenaikan PNBP yang bergantung pada nelayan, kapal, perlengkapan, dan lainnya,” bebernya lagi.
 
“Heran dalam 1 tahun bisa naik tiga kali lipat. Padahal penangkapan ikan terukur melestarikan sumberdaya ikan, bukan eksploitasi,” tutupnya.

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Melalui Rembug Ngopeni Ngelakoni, Luthfi-Yasin Siap Bangun Jateng

Minggu, 02 Februari 2025 | 05:21

PCNU Bandar Lampung Didorong Jadi Panutan Daerah Lain

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:58

Jawa Timur Berstatus Darurat PMK

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:30

Dituding Korupsi, Kuwu Wanasaba Kidul Didemo Ratusan Warga

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:58

Pelantikan Gubernur Lampung Diundur, Rahmat Mirzani Djausal: Tidak Masalah

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:31

Ketua Gerindra Banjarnegara Laporkan Akun TikTok LPKSM

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:57

Isi Garasi Raffi Ahmad Tembus Rp55 Miliar, Koleksi Menteri Terkaya jadi Biasa Saja

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:39

Ahli Kesehatan Minta Pemerintah Dukung Penelitian Produk Tembakau Alternatif

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:18

Heboh Penahanan Ijazah, BMPS Minta Pemerintah Alokasikan Anggaran Khusus Sekolah Swasta

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:58

Kecewa Bekas Bupati Probolinggo Dituntut Ringan, LIRA Jatim: Ada Apa dengan Ketua KPK yang Baru?

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:42

Selengkapnya