Ekonomi negeri tirai bambu diperkirakan akan tumbuh lebih rendah dari proyeksi sebelumnya untuk tahun ini dan tahun depan. Ini cukup dipengaruhi oleh sektor properti yang sedang lesu.
China juga dinilai belum pulih dari pandemi Covid-19, di mana Beijing menerapkan kebijakan Zero Covid sejak awal virus muncul.
Selain sektor properti yang lesu, angka pengangguran kaum muda di China juga meningkat, sementara konsumsi melemah dan swasta enggan untuk berinvestasi.
“Penyebab utamanya adalah sektor properti. Sumber pertumbuhan ini kini telah menguap dan tidak akan kembali lagi,” kata kepala ekonom China di Capital Economics Singapore, Julian Evans-Pritchard, seperti dimuat
Reuters.
Jajak pendapat
Reuters yang dilakukan pada 4-11 September terhadap 76 analis yang berbasis di dalam dan di luar China daratan, memperkirakan perekonomian akan tumbuh 5,0 persen tahun ini, lebih rendah dari perkiraan survei Juli sebesar 5,5 persen. Perkiraan berkisar antara 4,5-5,5 persen.
"Perlambatan ini mungkin masih akan berlanjut," lanjut Evans-Pritchard.
Meskipun hampir semua ekonom menurunkan perkiraan pertumbuhan mereka untuk tahun ini dan tahun depan dibandingkan dengan survei sebelumnya, besarannya masih kecil, sehingga memberikan ruang untuk penurunan peringkat lebih lanjut.
Beberapa ekonom memperingatkan target pertumbuhan pemerintah sekitar 5 persen untuk tahun ini bisa meleset karena stimulus kebijakan dari Beijing tidak akan cukup untuk menstabilkan perekonomian.