Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan/Net
Potensi perang lanjutan antara Armenia dan Azerbaijan kemungkinan besar terjadi, menyusul dugaan genosida di wilayah sengketa Nagorno-Karabakh.
Begitu yang disampaikan Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari EURACTIV pada Minggu (23/7).
Menurut Pashinyan, sebelum Parlemen kedua negara meratifikasi perjanjian damai, potensi letusan perang baru dapat terjadi lagi.
"Selama perjanjian damai belum ditandatangani, tentu saja perang (baru) (dengan Azerbaijan) sangat mungkin terjadi,” ungkapnya.
Pashinyan menuduh pemerintah Azerbaijan melakukan genosida kepada etnis Armenia yang tinggal di wilayah Nagorno-Karabakh.
Dia merujuk pada keputusan Azerbaijan menutup koridor Lachin, satu-satunya jalur yang menghubungkan Nagorno-Karabakh dengan Armenia sejak Juli lalu.
Blokade Lachin dikahwatirkan dapat memicu krisis kemanusiaan akibat kekurangan makanan, obat-obatan, dan energi listrik.
"Kami tidak berbicara tentang persiapan genosida, tetapi proses genosida yang sedang berlangsung,” tegas Pashinyan.
Karena putaran terakhir pembicaraan damai pada 15 Juli di Brussel gagal menghasilkan terobosan, Pashinyan menyebut Barat dan Rusia perlu meningkatkan tekanan pada Baku untuk mencabut blokade Nagorno-Karabakh.
Seorang pejabat separatis di Nagorno-Karabakh pekan lalu meminta Rusia segera mendesak Azerbaijan agar membuka koridor Lachin, memperingatkan konsekuensi kemanusiaan yang mengerikan.
Nagorno-Karabakh telah menjadi pusat konflik selama puluhan tahun antara Azerbaijan dan Armenia.
Perang meletus sebanyak dua kali pada 1990-an dan pada 2020, telah merenggut ribuan nyawa dari kedua belah pihak.
Perjanjian gencatan senjata yang dimediasi Rusia membuat Armenia menyerahkan sebagian besar wilayah yang telah dikuasainya selama sekitar tiga dekade.
Moskow mengerahkan penjaga perdamaian ke koridor Lachin untuk memastikan jalan bebas hambatan antara Armenia dan Karabakh.
Selama pembicaraan yang dimediasi oleh Barat Mei lalu, Armenia setuju untuk mengakui Nagorno-Karabakh sebagai bagian dari Azerbaijan.
Tapi menuntut mekanisme internasional untuk melindungi hak dan keamanan penduduk etnis-Armenia di kawasan itu.