Pelamar memyerbu Bursa Kerja Assik Surabaya/RMOLJatim
PERSOALAN terbesar dari tingkat
pengangguran terbuka di Indonesia dijumpai pada lulusan sekolah menengah
kejuruan (SMK) pada periode Februari 2021-2023 dibandingkan lulusan
sekolah menengah atas (SMA) dan lulusan diploma I-III (Vokasi).
Rupanya
persoalan yang terjadi pada besarnya tingkat pengangguran terbuka
lulusan SMK, karena pada masa terdahulu itu pemerintah mengambil
kebijakan memperbanyak rasio jumlah siswa SMK dibandingkan jumlah siswa
SMA.
Ketika itu pemerintah meyakini bahwa konsep
link
and match akan secara drastis mampu menyerap keberadaan
tingkat pengangguran terbuka. Pemerintah menggalakkan industrialisasi
sebagai pondasi dasar pembangunan ekonomi.
Industrialisasi
dijadikan sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi. Industrialisasi sangat
diyakini sebagai jembatan emas untuk membangun modernisasi.
Industrialisasi diyakini sebagai obat yang sangat ampuh sebagai
prasyarat untuk naik kelas dari status negara berkembang untuk segera
meloncat-loncat menjadi negara maju. Tidak mengherankan, apabila
pemerintah mendorong SMK dan vokasi menjalin kerja sama untuk memasok
kebutuhan ketenagakerjaan buruh industri.
Persoalan
fine tuning terhadap penguatan SMK dan vokasi perlu
memperhatikan daya serap kebutuhan ketenagakerjaan. Bukan hanya
bergantung pada sektor industri, yang sedang mengalami
deindustrialisasi, melainkan juga terhadap daya serap kebutuhan
ketenagakerjaan pada sektor-sektor lapangan pekerjaan lainnya.
Hal
ini, karena sesungguhnya laju pertumbuhan jumlah penduduk yang bekerja
(
proxy demand side) pada semua sektor lapangan
pekerjaan sebesar 1,93 persen per tahun periode Februari 2021-2023,
kemudian laju pertumbuhan jumlah angkatan kerja (
proxy supply
side) sebesar 1,62 persen per tahun.
Artinya, sesungguhnya daya serap ketenagakerjaan masih lebih besar dibandingkan keberadaan perkembangan pasokan angkatan kerja.
Pengangguran
bukan hanya besar sebagaimana data di atas pada lulusan SMK, melainkan
secara ekstrem tingkat pengangguran terbuka terbesar sebesar 16,46
persen per Februari 2023 dijumpai pada generasi Z. Sementara itu tingkat
pengangguran terbuka, justru ditemukan di perkotaan, yakni sebesar 7,11
persen dibandingkan sebesar 3,42 persen di perdesaan.
Fenomena
ini terkesan sangat mengerikan, karena orang tua di perdesaan terkesan
selama ini sungguh sangat khawatir terhadap persoalan penyerapan
ketenagakerjaan di perdesaan, terutama setelah anak-anak mereka telah
lulus sekolah.
Untuk melindungi terhadap bahaya pengangguran
terbuka, maka orang tua mendorong anak-anak mereka, terutama generasi Z
untuk melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi, yaitu sebagai solusi
sementara. Itu, agar anak-anak mereka tidak masuk ke dalam klasifikasi
angkatan kerja.
Banyaknya universitas yang menerima mahasiswa
kelas karyawan telah menimbulkan rasa optimisme terhadap terbentuknya
rasa unggul. Unggul, karena anak-anak mereka bukan hanya telah lulus
sekolah, melainkan kuliah sambil bekerja. Itu karena keberadaan
pengangguran dipandang inferior dibandingkan kondisi keberadaan
kemewahan kuliah sambil bekerja.
Peneliti Institute for Development for Economics and Finance (Indef); pengajar Universitas Mercu Buana