Pernyataan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, yang menyebut utang mampu menggenjot pertumbuhan ekonomi, dinilai salah kaprah.
Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies), Anthony Budiawan, mengatakan, pernyataan Sri Mulyani itu sama sekali tak sesuai teori ekonomi.
“Ini banyak yang heran, kenapa utang bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi?” tanya Anthony, dalam podcast bersama Eros Djarot, yang diposting Sabtu (17/6).
Dia tak sepakat dengan Sri Mulyani, yang mengatakan pada 2018 hingga 2022, setiap tambahan utang satu dolar akan menambah pertumbuhan ekonomi 1,34 dolar.
“Sebagai ekonom, seharusnya Sri Mulyani paham, tidak mungkin utang punya korelasi langsung. Ada tambahan utang, (maka) ada pertumbuhan ekonomi sekian,” sergah Anthony heran.
Menurut dia, utang merupakan bagian dari kebijakan fiskal, bukan instrumen utama untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi.
“Utang itu kebijakan residu, artinya bukan kebijakan pokok,” sambungnya.
Beda halnya bila kondisi ekonomi darurat seperti 2020 hingga 2022 yang dilanda pandemi Covid-19, utang bisa menjadi instrumen menggenjot pertumbuhan ekonomi.
“Karena apa? Karena kita menghitung konsumsi masyarakat (saat pandemi Covid-19) bisa anjlok, dan itu harus dikompensasi, harus tepat sasaran. Waktu itu banyak masyarakat kehilangan pekerjaan,” urainya.
Sebab itu, tidak tepat bila dalam kondisi sekarang Sri Mulyani justru menyatakan utang sebagai instrumen utama untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi.
“Kalau kondisi saat ini seperti waktu pandemi, kan konsumsi jatuh. Kalau tidak ditambah konsumsi pemerintah dengan defisit, ekonomi (menjadi) turun,” katanya.
“Jadi tidak mungkin ekonomi bertumbuh dari utang. Ini menyesatkan, membodohi. Ini sebenarnya pembohongan publik,” pungkas Anthony.